BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berdasarkan
data dari Rekam Medik RSUD Suradadi terdapat empat penyakit yang sering
dijumpai di bangsal rawat inap dan poli rawat jalan di RSUD Suradadi,
diantaranya ISPA, TBC, DM dan dispepsia. Dari keempat penyakit tersebut penulis
tertarik membahas penyakit dispepsia, karena istilah tersebut belum banyak
dibahas. Arti luas dari dispepsia adalah pencernaan buruk, ada juga yang
mengartikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang terutama dirasakan di
daerah perut bagian atas, atau nyeri lambung.
Perubahan gaya
hidup dan pola konsumsi makanan menjadi salah satu penyebab terjadinya masalah
pencernaan. Dispepsia merupakan salah satu masalah pencernaan yang paling umum
ditemukan. Dispepsia menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,
kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang
menjalar di dada. Penyebab dispepsia sangat beragam seperti: ulkus (tukak), kanker
lambung, gastritis, duodenitis, obat-obatan, infeksi dan gangguan metabolik.
Terapi
dispepsia dengan menggunakan obat terutama ditujukan untuk meningkatkan
kualitas atau mempertahankan hidup pasien. Hal ini biasanya dilakukan dengan
cara mengobati pasien, mengurangi atau meniadakan gejala sakit, menghentikan
atau memperlambat proses penyakit serta mencegah penyakit atau gejala. Namun
ada hal-hal yang tak dapat disangkal dalam pemberian obat yaitu kemungkinan
terjadinya hasil pengobatan tidak seperti yang diharapkan karena disebabkan
oleh Drug Related Problems. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka
perlu dilakukan analisa pada terapi pasien dispepsia di bangsal rawat inap dan
rawat jalan Penyakit Dalam RSUD Suradadi.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang, masalah dalam makalah ini dirumuskan yaitu:
1.
Apakah yang dimaksud penyakit dispepsia?
2.
Bagaimanakah cara pengobatan dispepsia secara
umum?
3.
Bagaimanakah pengobatan penyakit dispepsia di rawat
inap dan rawat jalan RSUD Suradadi kabupaten Tegal?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
latar belakang dan rumusan masalah tersebut dibahas dalam makalah ini dengan
tujuan:
1.
Untuk
mengetahui penyakit dispepsia lebih dalam.
2.
Untuk
mengetahui cara pengobatan penyakit dispepsia secara umum.
3.
Untuk
mengetahui cara pengobatan penyakit dispepsia di rawat inap dan rawat jalan RSUD Suradadi
kabupaten Tegal.
4.
Untuk mengetahui obat – obat yang diresepkan
oleh dokter pada pasien penyakit dispepsia di rawat inap dan rawat jalan RSUD
Suradadi kabupaten Tegal.
5.
Untuk secreening resep – resep pasien penderita
dispepsia yang masuk pada Instalasi Farmasi RSUD Suradadi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dispepsia
1.
Definisi
Dispepsia merupakan kumpulan
keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut
bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.
Dispepsia berasal dari bahasa
Yunani, yaitu dys- (buruk) dan -peptein (pencernaan). Secara
umum, dispepsia didefinisikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang
terutama dirasakan di daerah perut bagian atas, sedangkan menurut kriteria
terbaru, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai sindrom yang mencakup satu
atau lebih dari gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan,
cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya
dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala sedikitnya timbul 6 bulan
sebelum diagnosis.
Dispepsia merupakan keluhan klinis
yang sering dijumpai dalam praktik klinis sehari-hari. Istilah dispepsia
sendiri mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 1980-an, yang menggambarkan
keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak
nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa,
regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat
disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, tentunya termasuk juga di
dalamnya penyakit yang mengenai lambung, atau yang lebih dikenal sebagai
penyakit maag.
Dispepsia adalah istilah non
spesifik yang dipakai pasien untuk menjelaskan keluhan perut bagian atas.
Gejala tersebut bisa berupa nyeri atau tidak nyaman, kembung, banyak flatus,
rasa penuh, bersendawa, cepat kenyang dan borborygmi (suara keroncongan dari
perut).
2.
Klasifikasi
Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu :
a.
Dispepsia
Organik
Dispepsia organik, dyspepsia yang telah diketahui adanya kelainan
organik sebagai penyebabnya.
Contoh penyebab dispepsia organic :
1)
Gastritis
2)
Ulkus
peptikum
3)
Stomach
cancer
4)
Gastro-Esophangeal
reflux Disease
5)
Hyperacidity
b.
Dispepsia
Non-organik (Dispepsia Fungsional)
Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia
non ulkus (DNU), Dispepsia yang tidak jelas penyebabnya.
Dispepsia fungsional dibagi atas 3 subgrup yaitu:
1)
Dispepsia
mirip ulkus {ulcer-likedyspepsia) bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati;
2)
Dispepsia
mirip dismotilitas (dysmotility-likedyspepsia) bila gejala dominan adalah
kembung, mual, cepat kenyang;
3)
Dyspepsia
non-spesific yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan (2) maupun (1).
Terdapat bukti bahwa dispepsia fungsional
berhubungan dengan ketidaknormalan pergerakan usus (motilitas) dari saluran
pencernaan bagian atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas). Selain
itu, bisa juga dispepsia jenis itu terjadi akibat gangguan irama listrik dari
lambung atau gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal. Beberapa kebiasaan
yang bisa menyebabkan dispepsia adalah menelan terlalu banyak udara. Misalnya,
mereka yang mempunyai kebiasaan mengunyah secara salah (dengan mulut terbuka
atau sambil berbicara). Atau mereka yang senang menelan makanan tanpa dikunyah
(biasanya konsistensi makanannya cair).
Keadaan itu bisa membuat lambung merasa penuh
atau bersendawa terus. Kebiasaan lain yang bisa menyebabkan dispesia adalah
merokok, konsumsi kafein (kopi), alkohol, atau minuman yang sudah dikarbonasi. Mereka
yang sensitif atau alergi terhadap bahan makanan tertentu, bila mengonsumsi
makanan jenis tersebut, bisa menyebabkan gangguan pada saluran cerna. Begitu
juga dengan jenis obat-obatan tertentu, seperti Obat Anti-Inflamasi Non Steroid
(OAINS), Antibiotik makrolides, metronidazole), dan kortikosteroid. Obat-obatan
itu sering dihubungkan dengan keadaan dispepsia.
B.
Terapi Pangobatan Dispepsia
Penatalaksanaan dispepsia secara komprehensif harus diperhatikan,
karena prinsip utama adalah menyeimbangkan faktor-faktor defensif dan offensif.
Sehingga jenis terapi dan lama terapi harus disesuaikan dengan gejala-gejala,
ada tidaknya infeksi H.pylori, jenis lesi pada lambung serta ada tidaknya stres
psikologik dan intolerasi makanan. Obat-obat yang lazim digunakan adalah:
antasida, penghambat Histamin2 (H2-Blocker), penghambat Pompa Proton, kombinasi
antibiotik (eradikasi H.pylori). Kombinasi dengan obat: proteksi mucosa (sucralfat,
rebamipide, fucoidan), prokinetik, antispasmodik serta anti-cemas dan
psikoterapi digunakan dan bersifat individual.
Terapi
Farmakologi penyakit dispepsia secara umum yaitu:
1.
Antasida
Bekerja dengan menetralkan asam lambung
dan merupakan obat utama untuk mengatasi gejala nyeri lambung ringan. Golongan
ini paling baik digunakan secaratunggal untuk meredakan gejala heartburn.
Obat ini bekerja dengan menetralkan asam lambung. Juga menstimulasi sistem pertahanan dalam
lambung dengan meningkatkan sekresi bikarbonat dan sekresi mukus. Walaupun
tersedia dalam berbagai merek dagang, golongan obat ini tergantungpada variasi
kombinasitiga molekul aktif besar : magnesium, kalsium, atau aluminum.
a.
Garam
Magnesium tersedia dalam bentuk magnesium karbonat,
magnesium trisilikat, dan umumnya, magnesium hidrosid, efek samping utama garam
magnesium adalah diare. Garam magnesium (dengan efek samping : diare) di
formulasi dalam bentuk kombinasi dengan aluminium (dengan efek
samping:kostipasi) untuk menyeimbangkan kedua efek samping.
b.
Kalsium
Karbonat adalah antasid kuat dan memiliki kerja cepat
yang dapat menyebabkan konstipasi. Antasid ini merupakan sumber kalsium. Pernah
ditemukan kasus hiperkalsemia (kadar kalsium dalam darah meningkat ) pada
penderita yang mengonsumsi obat ini dalam periode waktu yang lama,dimana
kondisi ini dapat berkembang menjadi gagal ginjal dan sangat berbahaya. Pada
antasid lain, tidak didapatkan efek samping seperti ini.
c.
Garam
Aluminum saat ini juga telah tersedia di pasaran, efek
sampingnya yaitu konstipasi. Individu yang mengonsumsi antasid dengan kandung
aluminum yang tinggi juga beresiko mengalami kehilangan kalsium, yang nantinya
berkembang menjadi osteoporosis.
2.
Antibiotika
Banyak digunakan pada triple therapy adalah
amoxicilin, klaritromicin, tetrasiklin dan metronidazole.
3.
Prokinetika
Membantu menguatkan sfigter esofagus bagian
bawah dan mempercepatpengosongan lambung ini yaitu bethanechol dan dalam
golongan ini yaitu bethanechol dan metoclopramide. Metoclopramide
juga dapat memperbaiki kerja otot – otot saluran cerna.
4.
Penghambat
Produksi Asam
a.
Penghambat
H2 bekerja dengan cara megurangi produksi asam
lambung melalui penghambatan salah satu penghasil asam lambung yaitu histamin2.
Penghambat H2 digunakan untuk
mengurangi refluk asam lambung yang dapat menyebabkan hartburn atau esofagiti.
Golongan ini digunakan juga untuk terapi tukak lambung dan duodenum serta
membantu penyembuhan tukak saluran cerna akibat penggunaan obat OAINs. Dapat
juga digunakan untuk kondisi lain yang memerlukan penurunan keasaman lambung.
Penghambat H2 termasuk cimetidine, famotidine, nizatidin, dan
ranitidin.
b.
Penghambat
pompa proton (PPI) mengurangi produksi asam lambung melalui
penghambat enzim pada dinding lambung yang menghasilkan asam lambung.
Berkurangnya asam lambung akan mencegah timbulnya tukak pada esofagus, lambung,
dan duodenum yang telah ada. Golongan ini juga dikombinasikan dengan antibiotik
untuk eradikasi Helicobacter pylori, bakteri yang bersama asam lambung
menyebabkan luka pada lambung dan duodenum. Yang termasuk golongan ini adalah omeprazole,
lansoprazole, rebeprazole, pantoprazole, dan esomeprazole.
Penghambat proton hendaknya diberikan pada saat pagi hari sebelum makan, karena
makanan dapat memaksimalkan efek obat.
5.
Golongan
Lainya
a. Obat sitoprotektif bekerja
dengan cara berbeda. Jenis ini diantaranya merangsang produksi mukus dan
meningkatkan aliran darah keseluruh dinding saluran cerna. Jenis (tukak) dan
meningkatkan proses penyembuhan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah misoprostol,
sucralfat, dan bismuth subsalicylate.
b.
Antiflatulens, golongan obat ini seperti simeticone, dan sodium bicarbonat, digunakan
untuk menyingkirkan gas yang terakumulasi dalam saluran cerna.
c.
Antispasmodik yang dapat mengatasi nyeri yang disebabkan oleh kram perut akibat
akumulasi gas di dalam saluran cerna, contoh obat hiosin, papaverin, ekstrak
beladona.
d.
Karminatif, misal yang mengandung caraway oil, cardamon tintura, clove oil,
capnip herb, cinnamom tintur, pepermint,dan zingiber oil, dapat membantu
meredakan nyeri (gas pain) akibat akumulasi gas dalam saluran cerna.
C.
Resep Untuk Pasien Penyakit Dispepsia Di IFRS Suradadi
1.
Informasi Obat
Ø Lansoprazole
Komposisi:
Tiap kapsul mengandung lansoprazole 30 mg.
Farmakologi:
Lansoprazole adalah penghambat sekresi asam
lambung yang efektif. Lansoprazole secara spesifik menghambat (H+/K+) ATPase
(pompa proton) dari sel parietal di mukosa lambung.
Indikasi:
1.
Ulkus duodenum.
2.
Benigna ulkus gaster.
3.
Refluks esofagitis.
Kontraindikasi:
Penderita hipersensitif terhadap lansoprazole.
Efek Samping:
a.
Selama penelitian klinis dilaporkan
kadang-kadang terjadi efek samping seperti : sakit kepala, diare, nyeri
abdomen, dispepsi, mual, muntah, mulut kering, sembelit, kembung, pusing,
lelah, ruam kulit, urtikaria, dan pruritus.
b.
Terjadi kenaikan nilai-nilai fungsi hati
dilaporkan pernah terjadi, hal tersebut bersifat sementara dan akan normal
kembali, hubungannya dengan terapi lansoprazole belum diketahui.
c.
Dilaporkan pernah terjadi arthalgia, edema
perifer, depresi, dan perubahan hematologik (trombositopenia, eosinofilia,
lekopenia), walaupun jarang.
Peringatan dan Perhatian:
1.
Seperti umumnya terapi anti ulkus, kemungkinan
keganasan harus disingkirkan apabila dicurigai menderita ulkus gastrik, karena
pemberian obat akan meredakan gejala dan memperlambat diagnosa.
2.
Penggunaan lansoprazole pada wanita hamil,
wanita menyusui dan anak–anak sebaiknya dihindari karena belum ada data yang
cukup.
Interaksi Obat:
1.
Lansoprazole dimetabolisme di hati, oleh sebab
itu ada kemungkinan interaksi dengan obat-obat yang dimetabolisme di hati.
2.
Terutama harus hati-hati bila diberikan
bersama-sama dengan obat-obat kontrasepsi oral dan preparat seperti fenitoin,
teofilin dan warfarin.
3.
Antasida dan sukralfat akan mengurangi
bioavailabilitas lansoprazole dan jangan diberikan antara satu jam
setelah makan lansoprazole.
Ø Antasida
Komposisi:
Tiap tablet kunyah atau tiap 5 ml suspensi
mengandung :
-
Gel Aluminium Hidroksida kering 258,7 mg
(setara dengan Aluminium Hidroksida) 200 mg
-
Magnesium Hidroksida 200 mg
Farmakologi:
Kombinasi Aluminium Hidroksida dan Magnesium
hidroksida merupakan antasid yang bekerja menetralkan asam lambung dan
menginaktifkan pepsin sehingga rasa nyeri ulu hati akibat iritasi oleh asam
lambung dan pepsin berkurang. Di samping itu efek laksatif dari Magnesium
hidroksida akan mengurangi efek konstipasi dari Aluminium Hidroksida.
Indikasi:
Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan
dengan kelebihan asam lambung, gastritis, tukak lambung, tukak pada duodenum
dengan gejala-gejala seperti mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati, kembung dan
perasaan penuh pada lambung.
Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap salah
satu komponen obat.
Efek Samping:
Efek samping yang umum adalah sembelit, diare,
mual, muntah dan gejala-gejala tersebut akan hilang bila pemakaian obat
dihentikan.
Peringatan dan Perhatian:
1.
Jangan diberikan pada penderita dengan gangguan
fungsi ginjal yang berat karena dapat menimbulkan hipermagnesia.
2.
Tidak dianjurkan digunakan terus menerus lebih
dari 2 minggu kecuali atas petunjuk dokter.
3.
Bila sedang menggunakan obat tukak lambung lain
seperti Simetidin atau antibiotika Tetrasiklin harap diberikan dengan selang
waktu 1-2 jam.
4.
Tidak dianjurkan pemberian pada anak-anak di
bawah 6 tahun kecuali atas petunjuk dokter karena biasanya kurang jelas
penyebabnya.
5.
Hati-hati pemberian pada penderita diet fosfor
rendah dan pemakaian lama karena dapat mengurangi kadar fosfor dalam darah.
Interaksi Obat:
Pemberian bersama Simetidin atau Tetrasiklin
dapat mengurangi absorpsi obat tersebut.
Ø Domperidone
Komposisi
Tiap Tablet mengandung domperidone 10mg
Tiap Tablet mengandung domperidone 10mg
Indikasi
·
Sindroma dispepsia fungsional. Tidak dianjurkan
untuk pemberian jangka lama
·
Mual muntah yang disebabkan oleh pemberian
levodopa dan bromkriptin lebih dari 12 minggu
·
mual dan muntah akut. Tidak dianjurkan
pencegahan rutin pada muntah setelah operasi
·
pemakaian pada anak-anak tidak dianjurkan
kecuali untuk mual dan muntah pada kemoterapi kanker dan radioterapi
Dosis dan Cara Pemberian
·
Dispepsia fungsional
Dewasa
: 10mg (1tablet) 3x sehari, 15-20 mnt sebelum makan dan jika perlu sebelum
tidur malam Anak-anak tidak dianjurkan
·
Mual dan muntah (termasuk yang disebabkan oleh
levodopa dan bromokriptin)
·
Dewasa : 10-20mg (1-2tablet) 3-4 x sehari,
15-20mnt sebelum makan dan sebelum tidur malam Anak-anak (sehubungan kemoterapi
kanker dan radioterapi) : 0,2 - 0,4 mg/kg BB, 3-4x sehari. Obat diminum 15-30
mnt sebelum makan dan sebelum tidur malam.
Peringatan
dan Perhatian
·
Hati-hati penggunakan pada penderita dengan
gangguan fungsi hati dan ginjal.
·
hati-hati penggunakan pada wanita hamil dan
menyusui
·
Tidak dianjurkan untuk pemberian Jangka panjang
2.
Fungsi Keseluruhan Resep
Lansoprazol
dan antasida sebagai pengatur asam lambung, lansoprazole sebagai penghambat
pompa proton (PPI) yang menghambat sekresi asam lambung, dan antasida bekerja
dengan menetralkan asam lambung. Mungkin pasien mengalami refluks asam kondisi dimana
asam lambung yang naik ke esofagus (tenggorokan) karena terapi didukung oleh
obat domperidon sebabagai antiflatulen ( anti kembung) dan juga anti mual.
3.
Dosis Kurang dan Dosis Berlebih
Dosis obat kurang artinya obat tidak
mencapai Minimum Effective Concentration (MEC) sehingga tidak
menimbulkan efek terapi, hal ini disebabkan karena dosis terlalu rendah untuk
efek yang diinginkan, interval pemakaian obat terlalu panjang, terjadi
interaksi yang menyebabkan berkurangnya bioavailabilitas, durasi obat terlalu
pendek. Hal ini dapat menjadi masalah karena menyebabkan tidak efektifnya
terapi sehingga pasien menjadi tidak sembuh, atau bahkan dapat memperburuk
kondisi kesehatannya.
Dosis obat berlebih artinya obat
melebihi Maximum Toxic Concentration (MTC) sehingga mengakibatkan
toksik, hal ini disebabkan karena kesalahan dosis pada peresepan obat, dosis
obat terlalu tinggi untuk efek obat yang diinginkan, jarak pemberian obat
terlalu dekat, interaksi obat menimbulkan toksik, obat diberikan terlalu cepat.
Tidak ada
dosis yang kurang dan dosis yang berlebih pada resep pasien dispepsia yang
tertera diatas.
4.
Terjadinya Interaksi Obat
Interaksi
obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat
lain yang diberikan secara bersamaan. Mekanisme interaksi obat antara antasida
dengan beberapa obat seperti dengan lansoprasol adalah adanya penurunan
absorbsi obat-obat tersebut karena terjadinya perubahan pH lambung oleh
antasida. Interaksi ini bisa diatasi dengan memberikan obat-obat tersebut pada
waktu yang berbeda atau menyarankan untuk meminum obat lain minimal 2 jam
sebelum atau setelah meminum antasida, sehingga efek terapetik yang diinginkan
bisa tercapai.
Diketahui
bahwa interaksi terjadi adalah interaksi farmakokinetik, interaksi ini bisa
diatasi dengan memberikan obat-obat tersebut pada waktu yang berbeda atau
menyarankan untuk meminum obat lain minimal 2 jam sebelum atau setelah meminum
antasida, sehingga efek terapetik yang diinginkan bisa tercapai. Tidak ada
terjadi interaksi obat yang merugikan dan yang bersifat toksisitas pada resep
pasien dispepsia.
5.
Konseling Informasi dan Edukasi
Lansprazole diminum 2 kali sehari 1
capsul sebelum makan pagi dan makan malam, domperidon diminum 3 kali sehari 1 tablet
15 menit sebelum makan, dan antasida diminum 3 kali sehari pada saat perut
kosong atau 2 jam sebelum makan, khusus antasida dikunyah dahulu dan dijangka
waktu minum kira – kira kurang dari 2 jam, jangan diminum bersamaan dengan obat
lain.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Dari
pembahasan makalah ini maka dapat disimpulkan yaitu:
1.
Dispepsia
didefinisikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang terutama dirasakan di
daerah perut bagian atas (lambung). Istilah dispepsia menggambarkan keluhan
atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman
di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa,
regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada.
2.
Dispesia di klasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a.
Dispesia organik
b.
Dispesia non-organik (dispesia fungsional)
3.
Obat-obat yang lazim digunakan untuk pengobatan
dispesia yaitu:
a.
Antasida, obat antirefluk dan anti ulserasi
(berhubungan dengan asam lambung)
b.
Regiolator GIT, antiflatulen, dan antiinflamasi
(berhubungan dengan gas di saluran cerna)
c.
Kombinasi antibiotika ( antibiotik yang aktif
membunuh Helicobacter pylori)
B.
SARAN
Dalam prinsip pengobatan dispepsia hendaknya menyeimbangkan
faktor-faktor defensif dan offensif. Sehingga jenis terapi dan lama terapi
harus disesuaikan dengan gejala-gejala, ada tidaknya infeksi H.pylori, jenis
lesi pada lambung serta ada tidaknya stres psikologik dan intolerasi makanan.
Dalam
menggunakan kombinasi obat harus memperhatikan indikasi, dosis, interval
pemberian, dan interaksi obat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2011.
MIMS Indonesia petunjuk konsultasi edisi 11. Medita Indonesia : Jakarta
Divisi
Gastroenterologi. 2012. Dispepsia. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Didalam CONTINUING MEDICAL EDUCATION,
CDK-197/ vol. 39 no. 9, th. 2012
Ratnasari N.
2012. Dispepsia kronik. Sub Bagian Gastroentero-Hepatologi Ilmu Penyakit Dalam
FK-UGM. Didalam MEDIAFKAGAMA. Edisi Jan-Feb 2013|XI|No.29
Tjay T.H. dan
Rahardja K. 2007. Obat – Obat Penting Khasiat,Penggunaan dan Efek – Efek
Sampingnya Edisi Ke Enam Cetakan Pertama. Gramedia: Jakarta.
Wulandari F., et.,
al., 2011. Analisa Drug Related Problems pada Pasien Dispepsia di
Bangsal Rawat Inap dan Rawat Jalan Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang. Artikel
Tesis. Padang: Fakultas Farmasi Universitas Andalas