FARMASI POLITEKNIK TEGALinfo_cweh imitasi

Wednesday, 4 February 2015

PENGOBATAN DISPEPSIA DI RSUD SURADADI

23:18

Share it Please
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berdasarkan data dari Rekam Medik RSUD Suradadi terdapat empat penyakit yang sering dijumpai di bangsal rawat inap dan poli rawat jalan di RSUD Suradadi, diantaranya ISPA, TBC, DM dan dispepsia. Dari keempat penyakit tersebut penulis tertarik membahas penyakit dispepsia, karena istilah tersebut belum banyak dibahas. Arti luas dari dispepsia adalah pencernaan buruk, ada juga yang mengartikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang terutama dirasakan di daerah perut bagian atas, atau nyeri lambung.
Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi makanan menjadi salah satu penyebab terjadinya masalah pencernaan. Dispepsia merupakan salah satu masalah pencernaan yang paling umum ditemukan. Dispepsia menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada. Penyebab dispepsia sangat beragam seperti: ulkus (tukak), kanker lambung, gastritis, duodenitis, obat-obatan, infeksi dan gangguan metabolik.
Terapi dispepsia dengan menggunakan obat terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas atau mempertahankan hidup pasien. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara mengobati pasien, mengurangi atau meniadakan gejala sakit, menghentikan atau memperlambat proses penyakit serta mencegah penyakit atau gejala. Namun ada hal-hal yang tak dapat disangkal dalam pemberian obat yaitu kemungkinan terjadinya hasil pengobatan tidak seperti yang diharapkan karena disebabkan oleh Drug Related Problems. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan analisa pada terapi pasien dispepsia di bangsal rawat inap dan rawat jalan Penyakit Dalam RSUD Suradadi.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, masalah dalam makalah ini dirumuskan yaitu:
1.      Apakah yang dimaksud penyakit dispepsia?
2.      Bagaimanakah cara pengobatan dispepsia secara umum?
3.      Bagaimanakah pengobatan penyakit dispepsia di rawat inap dan rawat jalan RSUD Suradadi kabupaten Tegal?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut dibahas dalam makalah ini dengan tujuan:
1.      Untuk mengetahui penyakit dispepsia lebih dalam.
2.      Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit dispepsia secara umum.
3.      Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit dispepsia di rawat inap dan rawat jalan RSUD Suradadi kabupaten Tegal.
4.      Untuk mengetahui obat – obat yang diresepkan oleh dokter pada pasien penyakit dispepsia di rawat inap dan rawat jalan RSUD Suradadi kabupaten Tegal.
5.      Untuk secreening resep – resep pasien penderita dispepsia yang masuk pada Instalasi Farmasi RSUD Suradadi.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Dispepsia
1.      Definisi
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys- (buruk) dan -peptein (pencernaan). Secara umum, dispepsia didefinisikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang terutama dirasakan di daerah perut bagian atas, sedangkan menurut kriteria terbaru, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai sindrom yang mencakup satu atau lebih dari gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis.
Dispepsia merupakan keluhan klinis yang sering dijumpai dalam praktik klinis sehari-hari. Istilah dispepsia sendiri mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 1980-an, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, tentunya termasuk juga di dalamnya penyakit yang mengenai lambung, atau yang lebih dikenal sebagai penyakit maag.
Dispepsia adalah istilah non spesifik yang dipakai pasien untuk menjelaskan keluhan perut bagian atas. Gejala tersebut bisa berupa nyeri atau tidak nyaman, kembung, banyak flatus, rasa penuh, bersendawa, cepat kenyang dan borborygmi (suara keroncongan dari perut).







2.      Klasifikasi
Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu :
a.       Dispepsia Organik
Dispepsia organik, dyspepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya.
Contoh penyebab dispepsia organic :
1)      Gastritis
2)      Ulkus peptikum
3)      Stomach cancer
4)      Gastro-Esophangeal reflux Disease
5)      Hyperacidity

b.      Dispepsia Non-organik (Dispepsia Fungsional)
Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), Dispepsia yang tidak jelas penyebabnya.
Dispepsia fungsional dibagi atas 3 subgrup yaitu:
1)      Dispepsia mirip ulkus {ulcer-likedyspepsia) bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati;
2)      Dispepsia mirip dismotilitas (dysmotility-likedyspepsia) bila gejala dominan adalah kembung, mual, cepat kenyang;
3)      Dyspepsia non-spesific yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan (2) maupun (1).

Terdapat bukti bahwa dispepsia fungsional berhubungan dengan ketidaknormalan pergerakan usus (motilitas) dari saluran pencernaan bagian atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas). Selain itu, bisa juga dispepsia jenis itu terjadi akibat gangguan irama listrik dari lambung atau gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal. Beberapa kebiasaan yang bisa menyebabkan dispepsia adalah menelan terlalu banyak udara. Misalnya, mereka yang mempunyai kebiasaan mengunyah secara salah (dengan mulut terbuka atau sambil berbicara). Atau mereka yang senang menelan makanan tanpa dikunyah (biasanya konsistensi makanannya cair).
Keadaan itu bisa membuat lambung merasa penuh atau bersendawa terus. Kebiasaan lain yang bisa menyebabkan dispesia adalah merokok, konsumsi kafein (kopi), alkohol, atau minuman yang sudah dikarbonasi. Mereka yang sensitif atau alergi terhadap bahan makanan tertentu, bila mengonsumsi makanan jenis tersebut, bisa menyebabkan gangguan pada saluran cerna. Begitu juga dengan jenis obat-obatan tertentu, seperti Obat Anti-Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik makrolides, metronidazole), dan kortikosteroid. Obat-obatan itu sering dihubungkan dengan keadaan dispepsia.
B.     Terapi Pangobatan Dispepsia
Penatalaksanaan dispepsia secara komprehensif harus diperhatikan, karena prinsip utama adalah menyeimbangkan faktor-faktor defensif dan offensif. Sehingga jenis terapi dan lama terapi harus disesuaikan dengan gejala-gejala, ada tidaknya infeksi H.pylori, jenis lesi pada lambung serta ada tidaknya stres psikologik dan intolerasi makanan. Obat-obat yang lazim digunakan adalah: antasida, penghambat Histamin2 (H2-Blocker), penghambat Pompa Proton, kombinasi antibiotik (eradikasi H.pylori). Kombinasi dengan obat: proteksi mucosa (sucralfat, rebamipide, fucoidan), prokinetik, antispasmodik serta anti-cemas dan psikoterapi digunakan dan bersifat individual.
Terapi Farmakologi penyakit dispepsia secara umum yaitu:
1.      Antasida
Bekerja dengan menetralkan asam lambung dan merupakan obat utama untuk mengatasi gejala nyeri lambung ringan. Golongan ini paling baik digunakan secaratunggal untuk meredakan gejala heartburn. Obat ini bekerja dengan menetralkan asam lambung.  Juga menstimulasi sistem pertahanan dalam lambung dengan meningkatkan sekresi bikarbonat dan sekresi mukus. Walaupun tersedia dalam berbagai merek dagang, golongan obat ini tergantungpada variasi kombinasitiga molekul aktif besar : magnesium, kalsium, atau aluminum.
a.      Garam Magnesium tersedia dalam bentuk magnesium karbonat, magnesium trisilikat, dan umumnya, magnesium hidrosid, efek samping utama garam magnesium adalah diare. Garam magnesium (dengan efek samping : diare) di formulasi dalam bentuk kombinasi dengan aluminium (dengan efek samping:kostipasi) untuk menyeimbangkan kedua efek samping.
b.      Kalsium Karbonat adalah antasid kuat dan memiliki kerja cepat yang dapat menyebabkan konstipasi. Antasid ini merupakan sumber kalsium. Pernah ditemukan kasus hiperkalsemia (kadar kalsium dalam darah meningkat ) pada penderita yang mengonsumsi obat ini dalam periode waktu yang lama,dimana kondisi ini dapat berkembang menjadi gagal ginjal dan sangat berbahaya. Pada antasid lain, tidak didapatkan efek samping seperti ini.
c.       Garam Aluminum saat ini juga telah tersedia di pasaran, efek sampingnya yaitu konstipasi. Individu yang mengonsumsi antasid dengan kandung aluminum yang tinggi juga beresiko mengalami kehilangan kalsium, yang nantinya berkembang menjadi osteoporosis.

2.      Antibiotika
Banyak digunakan pada triple therapy adalah amoxicilin, klaritromicin, tetrasiklin dan metronidazole.

3.      Prokinetika
Membantu menguatkan sfigter esofagus bagian bawah dan mempercepatpengosongan lambung ini yaitu bethanechol dan dalam golongan ini yaitu bethanechol dan metoclopramide. Metoclopramide juga dapat memperbaiki kerja otot – otot saluran cerna.

4.      Penghambat Produksi Asam
a.      Penghambat H2 bekerja dengan cara megurangi produksi asam lambung melalui penghambatan salah satu penghasil asam lambung yaitu histamin2. Penghambat H2  digunakan untuk mengurangi refluk asam lambung yang dapat menyebabkan hartburn atau esofagiti. Golongan ini digunakan juga untuk terapi tukak lambung dan duodenum serta membantu penyembuhan tukak saluran cerna akibat penggunaan obat OAINs. Dapat juga digunakan untuk kondisi lain yang memerlukan penurunan keasaman lambung. Penghambat H2 termasuk cimetidine, famotidine, nizatidin, dan ranitidin.
b.      Penghambat pompa proton (PPI) mengurangi produksi asam lambung melalui penghambat enzim pada dinding lambung yang menghasilkan asam lambung. Berkurangnya asam lambung akan mencegah timbulnya tukak pada esofagus, lambung, dan duodenum yang telah ada. Golongan ini juga dikombinasikan dengan antibiotik untuk eradikasi Helicobacter pylori, bakteri yang bersama asam lambung menyebabkan luka pada lambung dan duodenum. Yang termasuk golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole, rebeprazole, pantoprazole, dan esomeprazole. Penghambat proton hendaknya diberikan pada saat pagi hari sebelum makan, karena makanan dapat memaksimalkan efek obat.

5.      Golongan Lainya
a.      Obat sitoprotektif bekerja dengan cara berbeda. Jenis ini diantaranya merangsang produksi mukus dan meningkatkan aliran darah keseluruh dinding saluran cerna. Jenis (tukak) dan meningkatkan proses penyembuhan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah misoprostol, sucralfat, dan bismuth subsalicylate.
b.      Antiflatulens, golongan obat ini seperti simeticone, dan sodium bicarbonat, digunakan untuk menyingkirkan gas yang terakumulasi dalam saluran cerna.
c.       Antispasmodik yang dapat mengatasi nyeri yang disebabkan oleh kram perut akibat akumulasi gas di dalam saluran cerna, contoh obat hiosin, papaverin, ekstrak beladona.
d.      Karminatif, misal yang mengandung caraway oil, cardamon tintura, clove oil, capnip herb, cinnamom tintur, pepermint,dan zingiber oil, dapat membantu meredakan nyeri (gas pain) akibat akumulasi gas dalam saluran cerna.

C.    Resep Untuk Pasien Penyakit Dispepsia Di IFRS Suradadi

1.      Informasi Obat

Ø Lansoprazole
Komposisi:
Tiap kapsul mengandung lansoprazole 30 mg.

Farmakologi:
Lansoprazole adalah penghambat sekresi asam lambung yang efektif. Lansoprazole secara spesifik menghambat (H+/K+) ATPase (pompa proton) dari sel parietal di mukosa lambung.

Indikasi:
1.      Ulkus duodenum.
2.      Benigna ulkus gaster.
3.      Refluks esofagitis.

Kontraindikasi:
Penderita hipersensitif terhadap lansoprazole.

Efek Samping:
a.       Selama penelitian klinis dilaporkan kadang-kadang terjadi efek samping seperti : sakit kepala, diare, nyeri abdomen, dispepsi, mual, muntah, mulut kering, sembelit, kembung, pusing, lelah, ruam kulit, urtikaria, dan pruritus.
b.      Terjadi kenaikan nilai-nilai fungsi hati dilaporkan pernah terjadi, hal tersebut bersifat sementara dan akan normal kembali, hubungannya dengan terapi lansoprazole belum diketahui.
c.       Dilaporkan pernah terjadi arthalgia, edema perifer, depresi, dan perubahan hematologik (trombositopenia, eosinofilia, lekopenia), walaupun jarang.

Peringatan dan Perhatian:
1.      Seperti umumnya terapi anti ulkus, kemungkinan keganasan harus disingkirkan apabila dicurigai menderita ulkus gastrik, karena pemberian obat akan meredakan gejala dan memperlambat diagnosa.
2.      Penggunaan lansoprazole pada wanita hamil, wanita menyusui dan anak–anak sebaiknya dihindari karena belum ada data yang cukup.

Interaksi Obat:
1.      Lansoprazole dimetabolisme di hati, oleh sebab itu ada kemungkinan interaksi dengan obat-obat yang dimetabolisme di hati.
2.      Terutama harus hati-hati bila diberikan bersama-sama dengan obat-obat kontrasepsi oral dan preparat seperti fenitoin, teofilin dan warfarin.
3.      Antasida dan sukralfat akan mengurangi bioavailabilitas lansoprazole  dan jangan diberikan antara satu jam setelah makan lansoprazole.

Ø Antasida
Komposisi:
Tiap tablet kunyah atau tiap 5 ml suspensi mengandung :
-          Gel Aluminium Hidroksida kering 258,7 mg (setara dengan Aluminium Hidroksida) 200 mg
-          Magnesium Hidroksida 200 mg

Farmakologi:
Kombinasi Aluminium Hidroksida dan Magnesium hidroksida merupakan antasid yang bekerja menetralkan asam lambung dan menginaktifkan pepsin sehingga rasa nyeri ulu hati akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin berkurang. Di samping itu efek laksatif dari Magnesium hidroksida akan mengurangi efek konstipasi dari Aluminium Hidroksida.

Indikasi:
Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, gastritis, tukak lambung, tukak pada duodenum dengan gejala-gejala seperti mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati, kembung dan perasaan penuh pada lambung.

Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap salah satu komponen obat.

Efek Samping:
Efek samping yang umum adalah sembelit, diare, mual, muntah dan gejala-gejala tersebut akan hilang bila pemakaian obat dihentikan.

Peringatan dan Perhatian:
1.      Jangan diberikan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat karena dapat menimbulkan hipermagnesia.
2.      Tidak dianjurkan digunakan terus menerus lebih dari 2 minggu kecuali atas petunjuk dokter.
3.      Bila sedang menggunakan obat tukak lambung lain seperti Simetidin atau antibiotika Tetrasiklin harap diberikan dengan selang waktu 1-2 jam.
4.      Tidak dianjurkan pemberian pada anak-anak di bawah 6 tahun kecuali atas petunjuk dokter karena biasanya kurang jelas penyebabnya.
5.      Hati-hati pemberian pada penderita diet fosfor rendah dan pemakaian lama karena dapat mengurangi kadar fosfor dalam darah.

Interaksi Obat:
Pemberian bersama Simetidin atau Tetrasiklin dapat mengurangi absorpsi obat tersebut.

Ø Domperidone
Komposisi
Tiap Tablet mengandung domperidone 10mg

Indikasi
·         Sindroma dispepsia fungsional. Tidak dianjurkan untuk pemberian jangka lama
·         Mual muntah yang disebabkan oleh pemberian levodopa dan bromkriptin lebih dari 12 minggu
·         mual dan muntah akut. Tidak dianjurkan pencegahan rutin pada muntah setelah operasi
·         pemakaian pada anak-anak tidak dianjurkan kecuali untuk mual dan muntah pada kemoterapi kanker dan radioterapi

Dosis dan Cara Pemberian
·         Dispepsia fungsional
          Dewasa : 10mg (1tablet) 3x sehari, 15-20 mnt sebelum makan dan jika perlu sebelum tidur malam Anak-anak tidak dianjurkan
·         Mual dan muntah (termasuk yang disebabkan oleh levodopa dan bromokriptin)
·         Dewasa : 10-20mg (1-2tablet) 3-4 x sehari, 15-20mnt sebelum makan dan sebelum tidur malam Anak-anak (sehubungan kemoterapi kanker dan radioterapi) : 0,2 - 0,4 mg/kg BB, 3-4x sehari. Obat diminum 15-30 mnt sebelum makan dan sebelum tidur malam.


Peringatan dan Perhatian
·         Hati-hati penggunakan pada penderita dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.
·         hati-hati penggunakan pada wanita hamil dan menyusui
·         Tidak dianjurkan untuk pemberian Jangka panjang
2.      Fungsi Keseluruhan Resep
Lansoprazol dan antasida sebagai pengatur asam lambung, lansoprazole sebagai penghambat pompa proton (PPI) yang menghambat sekresi asam lambung, dan antasida bekerja dengan menetralkan asam lambung. Mungkin pasien mengalami refluks asam kondisi dimana asam lambung yang naik ke esofagus (tenggorokan) karena terapi didukung oleh obat domperidon sebabagai antiflatulen ( anti kembung) dan juga anti mual.

3.      Dosis Kurang dan Dosis Berlebih
Dosis obat kurang artinya obat tidak mencapai Minimum Effective Concentration (MEC) sehingga tidak menimbulkan efek terapi, hal ini disebabkan karena dosis terlalu rendah untuk efek yang diinginkan, interval pemakaian obat terlalu panjang, terjadi interaksi yang menyebabkan berkurangnya bioavailabilitas, durasi obat terlalu pendek. Hal ini dapat menjadi masalah karena menyebabkan tidak efektifnya terapi sehingga pasien menjadi tidak sembuh, atau bahkan dapat memperburuk kondisi kesehatannya.
Dosis obat berlebih artinya obat melebihi Maximum Toxic Concentration (MTC) sehingga mengakibatkan toksik, hal ini disebabkan karena kesalahan dosis pada peresepan obat, dosis obat terlalu tinggi untuk efek obat yang diinginkan, jarak pemberian obat terlalu dekat, interaksi obat menimbulkan toksik, obat diberikan terlalu cepat.
Tidak ada dosis yang kurang dan dosis yang berlebih pada resep pasien dispepsia yang tertera diatas.

4.      Terjadinya Interaksi Obat
Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan secara bersamaan. Mekanisme interaksi obat antara antasida dengan beberapa obat seperti dengan lansoprasol adalah adanya penurunan absorbsi obat-obat tersebut karena terjadinya perubahan pH lambung oleh antasida. Interaksi ini bisa diatasi dengan memberikan obat-obat tersebut pada waktu yang berbeda atau menyarankan untuk meminum obat lain minimal 2 jam sebelum atau setelah meminum antasida, sehingga efek terapetik yang diinginkan bisa tercapai.
Diketahui bahwa interaksi terjadi adalah interaksi farmakokinetik, interaksi ini bisa diatasi dengan memberikan obat-obat tersebut pada waktu yang berbeda atau menyarankan untuk meminum obat lain minimal 2 jam sebelum atau setelah meminum antasida, sehingga efek terapetik yang diinginkan bisa tercapai. Tidak ada terjadi interaksi obat yang merugikan dan yang bersifat toksisitas pada resep pasien dispepsia.

5.      Konseling Informasi dan Edukasi
Lansprazole diminum 2 kali sehari 1 capsul sebelum makan pagi dan makan malam, domperidon diminum 3 kali sehari 1 tablet 15 menit sebelum makan, dan antasida diminum 3 kali sehari pada saat perut kosong atau 2 jam sebelum makan, khusus antasida dikunyah dahulu dan dijangka waktu minum kira – kira kurang dari 2 jam, jangan diminum bersamaan dengan obat lain.


BAB III
PENUTUP

A.    SIMPULAN
Dari pembahasan makalah ini maka dapat disimpulkan yaitu:
1.      Dispepsia didefinisikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang terutama dirasakan di daerah perut bagian atas (lambung). Istilah dispepsia menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada.
2.      Dispesia di klasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a.       Dispesia organik
b.      Dispesia non-organik (dispesia fungsional)
3.      Obat-obat yang lazim digunakan untuk pengobatan dispesia yaitu:
a.       Antasida, obat antirefluk dan anti ulserasi (berhubungan dengan asam lambung)
b.      Regiolator GIT, antiflatulen, dan antiinflamasi (berhubungan dengan gas di saluran cerna)
c.       Kombinasi antibiotika ( antibiotik yang aktif membunuh Helicobacter pylori)
                          
B.     SARAN
Dalam prinsip pengobatan dispepsia hendaknya menyeimbangkan faktor-faktor defensif dan offensif. Sehingga jenis terapi dan lama terapi harus disesuaikan dengan gejala-gejala, ada tidaknya infeksi H.pylori, jenis lesi pada lambung serta ada tidaknya stres psikologik dan intolerasi makanan.
Dalam menggunakan kombinasi obat harus memperhatikan indikasi, dosis, interval pemberian, dan interaksi obat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2011. MIMS Indonesia petunjuk konsultasi edisi 11. Medita Indonesia : Jakarta
Divisi Gastroenterologi. 2012. Dispepsia. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Didalam CONTINUING MEDICAL EDUCATION, CDK-197/ vol. 39 no. 9, th. 2012
Ratnasari N. 2012. Dispepsia kronik. Sub Bagian Gastroentero-Hepatologi Ilmu Penyakit Dalam FK-UGM. Didalam MEDIAFKAGAMA. Edisi Jan-Feb 2013|XI|No.29
Tjay T.H. dan Rahardja K. 2007. Obat – Obat Penting Khasiat,Penggunaan dan Efek – Efek Sampingnya Edisi Ke Enam Cetakan Pertama. Gramedia: Jakarta.
Wulandari F., et., al., 2011. Analisa Drug Related Problems pada Pasien Dispepsia di Bangsal Rawat Inap dan Rawat Jalan Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang. Artikel Tesis. Padang: Fakultas Farmasi Universitas Andalas





Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

 
Selamat datang di blognya Cweh Imitasi...Materi mengenai farmasi saya rangkum disini... Terima kasih telah berkunjung.. Semoga Bermanfaat!!!!!