FARMASI POLITEKNIK TEGALinfo_cweh imitasi

Wednesday, 4 February 2015

MAKALAH PEMAKAIAN ANTIBIOTIK PADA IBU HAMIL DAN MENYUSUI

23:30

Share it Please
BAB I
PENDAHULUAN

A. TUJUAN PENULISAN
1.      Mahasiswa mampu mengetahui farmakokinetika obat selama kehamilan dan pengaruh obat pada janin
2.      Mahasiswa mengenal indeks keamanan antibiotik pada ibu hamil dan menyusui.

B. LATAR BELAKANG
Selama masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Apa yang dikonsumsi oleh ibu akan ditransfer ke janin. Kesehatan ibu hamil adalah persyaratan penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit tersebut yaitu ibu dan janin. Menjaga asupan gizi menjadi hal penting bagi bumil (Ibu Hamil) agar ibu dan janin sehat hingga hari kelahiran.
Selama kehamilan sangat sering kali ibu hamil mengalami gangguan kesehatan sehingga membutuhkan obat. Akan tetapi ada beberapa Obat-obatan yang dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama masa kehamilan. Selama ini banyak ibu hamil menggunakan obat dan suplemen pada periode organogenesis sedang berlangsung sehingga risiko terjadi cacat janin lebih besar. Beberapa obat dapat memberi risiko bagi kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada janin juga. Selama trimester pertama, obat dapat menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan risiko terbesar adalah kehamilan 3-8 minggu. Selama trimester kedua dan ketiga, obat dapat mempengaruhi  pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional pada janin.
Karena banyak obat yang dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat pada wanita hamil perlu berhati-hati. Plasenta merupakan sarana transfer apa yang dikonsumsi ibu kepada janin. Dalam plasenta obat mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai upaya perlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang bersifat teratogenik/dismorfogenik. Obat-obat teratogenik atau obat-obat yang dapat menyebabkan terbentuknya senyawa teratogenik dapat ditransfer ke janin dan merusak atau mengganggu janin.
Kesehatan ibu saat kehamilan sangat menentukan perkembangan janin. Berbagai macam penyakit mulai ringan hingga berat bisa saja terjadi. Tidak jarang untuk menghilangkan rasa sakit yang ditimbulkan pada akhirnya ibu mengkonsumsi berbagai obat. Namun banyak obat-obatan yang dikonsumsi ibu dapat masuk dalam plasenta dan mempengaruhi janin. Oleh karena itu, baik pemberian dan pembelian obat perlu dilakukan dengan hati-hati.
Ada kalanya, ibu hamil yang mengalami infeksi memerlukan penggunaan antibiotik sebagai pilihan obat. Sebagian antibiotik pada semua fase kehamilan aman dikonsumsi, sebagian lagi dikontraindikasikan pada fase tertentu, dan ada juga yang dikontraindikasikan untuk semua fase kehamilan.
Sebuah studi yang dipublikasikan di American Journal of Obstetrics and Gynecology,  melaporkan, sekitar 46 persen ibu yang terlibat dalam studi menggunakan beberapa jenis antibiotik selama kehamilan atau selama proses melahirkan. Bayi-bayi yang terpapar dengan obat-obatan ini mengalami penurunan kemampuan melawan infeksi. Selain itu, hampir 50 persen dari bayi-bayi ini kebal terhadap ampicillin, spektrum antibiotik yang banyak digunakan.
Ibu hamil sebaiknya menghindari antibiotik yang diresepkan untuk mengatasi tuberculosis, infeksi saluran pernafasan dan jerawat. Obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi tuberculosis bisa menyebabkan ketulian pada anak. Selain itu, beberapa jenis antibiotik tersebut bisa menghitamkan gigi bayi Anda.
Kehamilan akan mempengaruhi pemilihan antibiotik. Umumnya penisilin dan sefalosporin dianggap sebagai preparat pilihan pertama pada kehamilan, karena pemberian sebagian besar antibiotik lainnya berkaitan dengan peningkatan risiko malformasi pada janin. Bagi beberapa obat antibiotik, seperti eritromisin, risiko tersebut rendah dan kadang-kadang setiap risiko pada janin harus dipertimbangkan terhadap keseriusan infeksi pada ibu.
Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan kelainan pada janin. Hal ini terjadi karena antibiotika yang diberikan kepada wanita hamil dapat mempengaruhi janin yang dikandungnya melalui plasenta. Antibiotika yang demikian itu disebut teratogen. Definisi teratogen adalah suatu obat atau zat yang menyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal. Kata teratogen berasal dari bahasa Yunani teras, yang berarti monster, dan genesis yang berarti asal. Jadi teratogenesis didefinisikan sebagai asal terjadinya monster atau proses gangguan proses pertumbuhan yang menghasilkan monster.
Besarnya reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika dipengaruhi oleh besarnya dosis yang diberikan, lama dan saat pemberian serta sifat genetik ibu dan janin.
                                                          
C. RUMUSAN MASALAH.

1.      Apakah faktor - faktor yang dapat mempengaruhi efek pada janin.
2.      Bagaimanakah farmakokinetika obat selama kehamilan.
3.      Bagaimanakah pengaruh obat pada janin.
4.      Bagaimanakah efek antibiotik pada kehamilan.
5.      Bagaimanakah indeks keamanan kehamilan antibiotik.


BAB II
PEMBAHASAN
A.       FAKTOR - FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI EFEK PADA JANIN
Beberapa jenis obat dapat menembus plasenta dan mempengaruhi janin dalam uterus, baik melalui efek farmakologik maupun efek teratogeniknya. Secara umum faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masuknya obat ke dalam plasenta dan memberikan efek pada janin adalah:
1.      Sifat fisikokimiawi dari obat.
2.      Kecepatan obat untuk melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi janinLamanya pemaparan terhadap obat.
3.      Bagaimana obat didistribusikan ke jaringan-jaringan yang berbeda pada janin.
4.      Periode perkembangan janin saat obat diberikan.
5.      Efek obat jika diberikan dalam bentuk kombinasi
Kemampuan obat untuk melintasi plasenta tergantung pada sifat lipofilik dan ionisasi obat. Obat yang mempunyai lipofilik tinggi cenderung untuk segera terdifusi ke dalam serkulasi janin. Contoh, tiopental yang sering digunakan pada seksio sesarea, dapat menembus plasenta segera setelah pemberian, dan dapat mengakibatkan terjadinya apnea pada bayi yang dilahirkan. Obat yang sangat terionisasi seperti misalnya suksinilkholin dan d-tubokurarin, akan melintasi plasenta secara lambat dan terdapat dalam kadar yang sangat rendah pada janin. Kecepatan dan jumlah obat yang dapat melintasi plasenta juga ditentukan oleh berat molekul. Obat-obat dengan berat molekul 250-500 dapat secara mudah melintasi plasenta, tergantung pada sifat lipofiliknya, sedangkan obat dengan berat molekul > 1000 sangat sulit menembus plasenta. Kehamilan merupakan masa rentan terhadap efek samping obat, khususnya bagi janin. Salah satu contoh yang dapat memberikan pengaruh sangat buruk terhadap janin jika diberikan pada periode kehamilan adalah talidomid, yang memberi efek kelainan kongenital berupa fokomelia atau tidak tumbuhnya anggota gerak. Untuk itu, pemberian obat pada masa kehamilan memerlukan pertimbangan yang benar-benar matang.
Ø  Perpindahan obat lewat plasenta.
Perpindahan obat lewat plasenta umumnya berlangsung secara difusi sederhana sehingga konsentrasi obat di darah ibu serta aliran darah plasenta akan sangat menentukan perpindahan obat lewat plasenta. Seperti juga pada membran biologis lain perpindahan obat lewat plasenta dipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini. :
•  Kelarutan dalam lemak
 Obat yang larut dalam lemak akan berdifusi dengan mudah melewati plasenta masuk ke sirkulasi janin. Contohnya , thiopental, obat yang umum digunakan pada dapat menyebabkan apnea (henti nafas) pada bayi yang baru dilahirkan. 
•  Derajat ionisasi 
Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati  plasenta. Sebaliknya obat yang terionisasi akan sulit melewati membran Contohnya suksinil kholin dan tubokurarin yang juga digunakan pada seksio sesarea, adalah obat-obat yang derajat ionisasinya tinggi, akan sulit melewati plasenta sehingga kadarnya di di janin rendah. Contoh lain yang memperlihatkan pengaruh kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi adalah salisilat, zat ini hampir semua terion pada pH tubuh akan melewati akan tetapi dapat cepat melewati plasenta. Hal ini disebabkan oleh tingginya kelarutan dalam lemak dari sebagian kecil salisilat yang tidak terion. Permeabilitas membran plasenta terhadap senyawa polar tersebut tidak absolut. Bila perbedaan konsentrasi ibu-janin tinggi, senyawa polar tetap akan melewati plasenta dalam jumlah besar.
•  Ukuran molekul 
Obat dengan berat molekul sampai dengan 500 Dalton akan mudah melewati pori  membran bergantung pada kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi. Obat-obat dengan berat molekul 500-1000 Dalton akan lebih sulit melewati plasenta dan obat-obat dengan berat molekul >1000 Dalton akan sangat sulit menembus plasenta. Sebagai contoh adalah heparin,  mempunyai berat molekul yang sangat besar ditambah lagi adalah molekul polar, tidak dapt menembus plasenta sehingga merupakan obat antikoagulan pilihan yang aman pada kehamilan.
•  Ikatan protein.
  Hanya obat yang tidak terikat dengan protein (obat bebas) yang dapat melewati membran. Derajat keterikatan obat dengan protein, terutama albumin, akan  mempengaruhi kecepatan melewati plasenta. Akan tetapi bila obat sangat larut dalam lemak  maka ikatan protein tidak terlalu mempengaruhi, misalnya beberapa anastesi gas. Obat-obat yang kelarutannya dalam lemak tinggi kecepatan melewati plasenta lebih tergantung pada aliran darah plasenta. Bila obat  sangat tidak larut di lemak dan terionisasi maka perpindahaan nya lewat plasenta lambat dan dihambat oleh besarnya ikatan dengan protein. Perbedaan ikatan protein di ibu dan di janin juga penting, misalnya sulfonamid, barbiturat dan fenitoin, ikatan protein lebih tinggi di ibu dari ikatan protein di janin. Sebagai contoh adalah kokain yang merupakan basa lemah, kelarutan dalam lemak tinggi, berat molekul rendah (305 Dalton) dan ikatan protein plasma rendah (8-10%) sehingga  kokain cepat terdistribusi dari darah ibu ke janin.
Ø  Metabolisme obat di plasenta dan di janin.
Dua mekanisme yang ikut melindungi janin dari obat disirkulasi ibu adalah.
·     Plasenta yang berperan sebagai penghalang semipermiabel juga sebagai tempat metabolisme beberapa obat yang melewatinya. Semua jalur utama  metabolisme obat ada di plasenta dan juga terdapat beberapa reaksi oksidasi  aromatik yang berbeda misalnya oksidasi etanol dan fenobarbital. Sebaliknya , kapasitas metabolisme plasenta ini akan menyebabkan terbentuknya atau meningkatkan jumlah  metabolit yang toksik, misalnya etanol dan benzopiren. Dari hasil penelitian prednisolon, deksametason, azidotimidin yang struktur molekulnya analog dengan zat-zat endogen di tubuh mengalami metabolisme yang bermakna di plasenta. 
·     Obat-obat yang melewati plasenta akan memasuki sirkulasi janin lewat vena umbilikal. Sekitar 40-60% darah yang masuk tersebut akan masuk hati janin, sisanya akan langsung masuk ke sirkulasi umum janin. Obat yang masuk ke hati janin, mungkin sebagian akan dimetabolisme sebelum masuk ke sirkulasi umum janin, walaupun dapat dikatakan metabolisme obat di janin tidak berpengaruh banyak pada metabolisme obat maternal.
Ø  Kerja obat teratogenik.
Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat mempengaruhi struktur janin pada saat terpapar. Thalidomid adalah contoh obat yang besar pengaruhnya pada perkembangan anggota badan (tangan, kaki) segera sesudah terjadi pemaparan. Pemaparan ini akan berefek pada saat waktu kritis pertumbuhan anggota badan yaitu selama minggu ke empat sampai minggu ke tujuh kehamilan.   Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan efek teratogenik belum diketahui dan mungkin disebabkan oleh multi faktor. 
·         Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara tidak langsung mempengaruhi jaringan janin.
·         Obat mungkin juga  menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat plasenta sehingga mempengaruhi jaringan janin. 
·         Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan janin, misalnya vitamin A (retinol) yang memperlihatkan perubahan pada jaringan normal. Dervat vitamin A (isotretinoin, etretinat) adalah teratogenik yang potensial.
·         Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan pada abnormalitas. Misalnya pemberian asam folat selama kehamilan dapat menurunkan insiden kerusakan pada selubung saraf , yang menyebabkan timbulnya  spina bifida.

Paparan berulang zat teratogenik dapat menimbulkan efek kumulatif. Misalnya konsumsi alkohol yang tinggi dan kronik pada kehamilan , terutama pada kehamilan trimester pertama dan kedua akan menimbulkan fetal alcohol syndrome yang berpengaruh pada sistem saraf pusat, pertumbuhan dan perkembangan muka. 
Obat-obat yang bersifat teratogenik adalah asam lemah, misalnya talidomid, asam valproat, isotretinoin, warfarin. Hal ini diduga karena asam lemah akan mengubah pH sel embrio. Dan dari hasil penelitian pada hewan menunjukkan bahwa pH cairan sel embrio lebih tinggi dari pH plasma ibu, sehingga obat yang bersifat asam akan tinggi kadarnya di sel embrio.

B.       FARMAKOKINETIKA OBAT SELAMA KEHAMILAN.
1.      Absorpsi
Pada awal kehamilan akan terjadi penurunan sekresi asam lambung hingga 30-40%. Hal ini menyebabkan pH asam lambung sedikit meningkat, sehingga obat-obat yang bersifat asam lemah akan sedikit mengalami penurunan absorpsi. Sebaliknya untuk obat yang bersifat basa lemah absorpsi justru meningkat. Pada fase selanjutnya akan terjadi penurunan motilitas gastrointestinal sehingga absopsi obat-obat yang sukar larut (misalnya digoksin) akan meningkat, sedang absopsi obat-obat yang mengalami metabolisme di dinding usus, seperti misalnya klorpromazin akan menurun.
2.      Distribusi
Pada keadaan kehamilan, volume plasma dan cairan ekstraseluser ibu akan meningkat, dan mencapai 50% pada akhir kehamilan. Sebagai salah satu akibatnya obat-obat yang volume distribusinya kecil, misalnya ampisilin akan ditemukan dalam kadar yang rendah dalam darah, walaupun diberikan pada dosis lazim. Di samping itu, selama masa akhir kehamilan akan terjadi perubahan kadar protein berupa penurunan albumin serum sampai 20%. Perubahan ini semakin menyolok pada keadaan pre-eklamsia, di mana kadar albumin turun sampai 34% dan glikoprotein meningkat hingga 100%. Telah diketahui, obat asam lemah terikat pada albumin, dan obat basa lemah terikat pada alfa-1 glikoprotein. Konsekuensi, fraksi bebas obat-obat yang bersifat asam akan meningkat, sedangkan fraksi bebas obat-obat yang bersifat basa akan menurun. Fraksi bebas obat-obat seperti diazepam, fenitoin dan natrium valproat terbukti meningkat secara bermakna pada akhir kehamilan.
3.      Eliminasi
Pada akhir masa kehamilan akan terjadi peningkatan aliran darah ginjal sampai dua kali lipat. Sebagai akibatnya, akan terjadi peningkatan eliminasi obat-obat yang terutama mengalami ekskresi di ginjal. Dengan meningkatnya aktivitas mixed function oxidase, suatu sistem enzim yang paling berperan dalam metabolisme hepatal obat, maka metabolisme obat-obat tertentu yang mengalami olsidasi dengan cara ini (misalnya fenitoin. fenobarbital, dan karbamazepin) juga meningkat, sehingga kadar obat tersebut dalam darah akan menurun lebih cepat, terutama pada trimester kedua dan ketiga. Untuk itu, pada keadaan tertentu mungkin diperlukan menaikkan dosis agar diperoleh efek yang diharapkan.
C.       PENGARUH OBAT PADA JANIN.
Pengaruh buruk obat terhadap janin dapat bersifat toksik, teratogenik maupun letal, tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau biokimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomik pada petumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifa letal, adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan. Secara umum pengaruh buruk obat pada janin dapat beragam, sesuai dengan fase-fase berikut :
1.      Fase implantasi, yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu. Pada fase ini obat dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama sekali. Jika terjadi pengaruh buruk biasanya menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).
2.      Fase embional atau organogenesis, yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu. Pada fase ini terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik). Berbagai pengaruh buruk yang mungkin terjadi pada fase ini antara lain :
·         Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen yang biasanya baru muncul kemudian, jadi tidak timbul
secara langsung pada saat kehamilan. Misalnya pemakaian hormon dietilstilbestrol pada trimester pertama kehamilan terbukti berkaitan dengan terjadinya adenokarsinoma vagina pada anak perempuan di kemudian hari (pada saat mereka sudah dewasa).
·         Pengaruh letal, berupa kematian janin atau terjadinya abortus
·         Pengaruh subletal, yang biasanya dalam bentuk malformasi anatomis pertumbuhan organ, seperti misalnya fokolemia karena talidomid.
3.      Fase fetal, yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase ini terjadi maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk senyawa asing terhadap janin pada fase ini tidak berupa malformasi anatomik lagi. tetapi mungkin dapat berupa gangguan pertumbuhan, baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi organ-organ. Demikian pula pengaruh obat yang dialami ibu dapat pula dialami janin, meskipun mungkin dalam derajat yang berbeda. Sebagai contoh adalah terjadinya depresi pernafasan neonatus karena selama masa akhir kehamilan, ibu mengkonsumsi obat-obat seperti analgetika-narkotik; atau terjadinya efek samping pada sistem ekstrapiramidal setelah pemakaian fenotiazin.

D.     ANTIBIOTIK PADA KEHAMILAN.
Infeksi pada saat kehamilan tidak jarang terjadi, mengingat secara alamiah risiko terjadinya infeksi pada periode ini lebih besar, seperti misalnya infeksi saluran kencjng karena dilatasi ureter dan stasis yang biasanya muncul pada awal kehamilan dan menetap sampai beberapa saat setelah melahirkan. Dalam menghadapi kehamilan dengan infeksi,
pertimbangan pengobatan yang harus diambil tidak saja dari segi ibu, tetapi juga segi janin, mengingat hamper semua antibiotika dapat melintasi plasenta dengan segala konsekuensinya. Berikut akan dibahas antibiotika yang dianjurkan maupun yang harus dihindari selama kehamilan, agar di samping tujuan terapetik dapat tercapaisemaksimal mungkin, efek samping pada ibu dan janin dapat ditekan seminimal mungkin.
Ø Penisilin.
Obat-obat yang termasuk dalam golongan penisilin dapat dengan mudah menembus plasenta dan mencapai kadar terapetik baik pada janin maupun cairan amnion. Penisilin relatif paling aman jika diberikan selama kehamilan, meskipun perlu pertimbangan yang seksama dan atas indikasi yang ketat mengingat kemungkinan efek samping yang dapat terjadi pada ibu.
·         Ampilisin:
Segi keamanan baik bagi ibu maupun janin relatif cukup terjamin. Kadar ampisilin dalam sirkulasi darah janin meningkat secara lambat setelah pemberiannya pada ibu dan bahkan sering melebihi kadarnya dalam sirkulasi ibu. Pada awal kehamilan, kadar ampisilin dalam cairan amnion relatif rendah karena belum sempurnanya ginjal janin, di samping meningkatnya kecepatan aliran darah antara ibu dan janin pada masa tersebut. Tetapi pada periode akhir kehamilan di mana ginjal dan alat ekskresi yangi lain pada janin telah matur, kadarnya dalam sirkulasi janin justru lebih tinggi dibanding ibu. Farmakokinetika ampisilin berubah menyolok selama kehamilan. Dengan meningkatnya volume plasma dan cairan tubuh, maka meningkat pula volume distribusi obat. Oleh sebab itu kadar ampisilin pada wanita hamil kira-kira hanya 50% dibanding saat tidak hamil. Dengan demikian penambahan dosis ampisilin perlu dilakukan selama masa kehamilan.
·         Amoksisilin :
Pada dasarnya, absorpsi amoksisilin setelah pemberian per oral jauh lebih baik dibanding ampisilin. Amoksisilin diabsorpsi secara cepat dan sempurna baik setelah pemberian oral maupun parenteral. Seperti halnya dengan ampisilin penambahan dosis amoksisilin pada kehamilan perlu dilakukan mengingat kadarnya dalam darah ibu maupun janin relatif rendah dibanding saat tidak hamil. Dalam sirkulasi janin, kadarnya hanya sekitar seperempat sampai sepertiga kadar di sirkulasi ibu.
Ø Sefalosporin
Sama halnya dengan penisilin, sefalosporin relatif aman jika diberikan pada trimester pertama kehamilan. Kadar sefalosporin dalam sirkulasi janin meningkat selama beberapa jam pertama setelah pemberian dosis pada ibu, tetapi tidak terakumulasi setelah pemberian berulang atau melalui infus. Sejauh ini belum ada bukti bahwa pengaruh buruk sefalosporin seperti misalnya anemia hemolitik dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu yang mendapat sefalosporin pada trimester terakhir kehamilan.
Ø Tetrasiklin
Seperti halnya penisilin dan antibiotika lainnya, tetrasiklin dapat dengan mudah melintasi plasenta dan mancapai kadar terapetik pada sirkulasi janin. Jika diberikan pada trimester pertama kehamilan, tetrasiklin menyebabkan terjadinya deposisi tulang in utero, yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan pertumbuhan tulang, terutama pada bayi prematur. Meskipun hal ini bersifat tidak menetap (reversibel) dan dapat pulih kembali setelah proses remodelling, namun sebaiknya tidak diberikan pada periode tersebut. Jika diberikan pada trimester kedua hingga ketiga kehamilan, tetrasiklin akan mengakibatkan terjadinya perubahan warna gigi (menjadi kekuningan) yang bersifat menetap disertai hipoplasia enamel. Mengingat kemungkinan risikonya lebih besar dibanding manfaat yang diharapkan maka pemakaian tetrasiklin pada wanita hamil sejauh mungkin harus dihindari.
Ø Aminoglikosida
Aminoglikosida dimasukkan dalam kategori obat D, yang penggunaannya oleh wanita hamil diketaui meningkatkan angka kejadian malformasi dan kerusakan janin yang bersifat ireversibel. Pemberian aminoglikosida pada wanita hamil sangat tidak dianjurkan. Selain itu aminoglikosida juga mempunyai efek samping nefrotoksik dan ototoksik pada ibu, dan juga dapat menimbulkan kerusakan ginjal tingkat seluler pada janin, terutama jika diberikan pada periode organogeneis. Kerusakan saraf kranial VIII juga banyak terjadi pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendapat aminoglikosida pada kehamilan.

Ø Kloramfenikol
Pemberian kloramfenikol pada wanita hamil, terutama pada trimester II dan III, di mana hepar belum matur, dapat menyebabkan angka terjadinya sindroma Grey pada bayi, ditandai dengan kulit sianotik (sehingga bayi tampak keabuabuan), hipotermia, muntah, abdomen protuberant, dan menunjukkan reaksi menolak menyusu, di samping pernafasan yang cepat & tidak teratur, serta letargi. Kloramfenikol dimasukkan dalam kategori C, yaitu obat yang karena efek farmakologiknya dapat menyebabkan pengaruh buruk pada janin tanpa disertai malformasi anatomik. Pengaruh ini dapat bersifat reversibel. Pemberian kloramfenikol selama kehamilan sejauh mungkin dihindari, terutama pada minggu-minggu terakhir menjelang kelahiran dan selama menyusui.
Ø Sulfonamida
Obat-obat yang tergolong sulfonamida dapat melintasi plasenta dan masuk dalam sirkulasi janin, dalam kadar yang lebih rendah atau sama dengan kadarnya dalam sirkulasi ibu. Pemakaian sulfonamida pada wanita hamil harus dihindari, terutama pada akhir masa kehamilan. Hal ini karena sulfonamida mampu mendesak bilirubin dari tempat ikatannya dengan protein, sehingga mengakibatkan terjadinya kern-ikterus pada bayi yang baru dilahirkan. Keadaan ini mungkin akan menetap sampai 7 hari setelah bayi lahir.
Ø Eritromisin
Pemakaian eritromisin pada wanita hamil relatif aman karena meskipun dapat terdifusi secara luas ke hampir semua jaringan (kecuali otak dan cairan serebrospinal), tetapi kadar pada janin hanya mencapai 1-2% dibanding kadarnya dalam serum ibu. Di samping itu, sejauh ini belum terdapat bukti bahwa eritromisin dapat menyebabkan kelainan pada janin. Kemanfaatan eritromisin untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Chlamydia pada wanita hamil serta pencegahan penularan ke janin cukup baik, meskipun bukan menjadi obat pilihan pertama. Namun ditilik dari segi keamanan dan manfaatnya, pemakaian eritromisin untuk infeksi tersebut lebih dianjurkan dibanding antibiotika lain, misalnya tetrasiklin.
Ø Trimetoprim
Karena volume distribusi yang luas, trimetoprim mampu menembus jaringan fetal hingga mencapai kadar yang lebih tinggi dibanding sulfametoksazol, meskipun kadarnya tidak lebih tinggi dari ibu. Pada uji hewan, trimetoprim terbukti bersifat teratogen jika diberikan pada dosis besar. Meskipun belum terdapat bukti bahwa trimetoprim juga bersifat teratogen pada janin, tetapi pemakaiannya pada wanita hamil perlu dihindari. Jika terpaksa harus memberikan kombinasi trimetoprim + sulfametoksazol pada kehamilan, diperlukan pemberian suplementasi asam folet.
Ø Nitrofurantoin
Nitrofurantoin sering digunakan sebagai antiseptik pada saluran kencing. Jika diberikan pada awal kehamilan, kadar nitrofurantoin pada jaringan fetal lebih tinggi dibanding ibu, tetapi kadarnya dalam plasma sangat rendah. Dengan makin bertambahnya umur kehamilan, kadar nitrofurantoin dalam plasma janin juga meningkat. Sejauh ini belum terbukti bahwa nitrofurantoin dapat meningkatkan kejadian malformasi janin. Namun perhatian harus diberikan terutama pada kehamilan cukup bulan, di mana pemberian nitrofurantoin pada periode ini kemungkinan akan menyebabkan anemia hemolitik pada janin.

E.       INDEKS KEAMANAN KEHAMILAN ANTIBIOTIK
Obat dikategorikan berdasarkan resiko terhadap sistem reproduksi dan perkembangan janin dan besarnya perbandingan resiko dan manfaat.
·         Kategori A : Studi terkontrol pada wanita tidak memperhatikan adanya risiko terhadap janin pada kehamilan trimester 1 (dan tidak ada bukti mengenai risiko pada trimester selanjutnya), dan sangat rendah kemungkinannya untuk membahayakan janin.
·         Kategori B: studi pada system reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin, tetapi studi terkontrol pada wanita hamil bselum pernah dilakukan. Atau studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping obat (selain penurunan fertilitas) yang tidak diperlihatkan pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester 1 (dan tidak ada bukti mengenai risiko pada trimester berikutnya).
·         Kategori C : studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainnya) dan belum ada studi terkontrol pada wanita atau studi terhaap wanita dan binatang percobaan tidak dapat dilakukan . obat hanya dapat diberikan jika manfaat yang diperoleh lebih besar dari risiko yang mungkin ditimbulkan pada janin.
·         Kategori D : terbukti menimbulkan risiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh jika digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan (misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan)
·         Kategori X : studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya abnormalitas janin berdasarkan pengalaman pada manusia ataupun binatang percobaan,  dan besarnya risiko obat ini pada wanita hamil jelas jelas melebihi manfaat yang mungkin diperoleh. Obat golongan ini dikontraindikasikan bagi wanita hamil atau wanita kemungkinan untuk hamil.

Ø  Antibiotik yang perlu perhatian khusus ( Tidak boleh untuk ibu hamil dan menyusui )
·         Golongan Aminoglikosida (biasanya dalam turunan garam sulfate-nya), seperti amikacin sulfate, tobramycin sulfate, dibekacin sulfate, gentamycin sulfate, kanamycin sulfate, dan netilmicin sulfate.
·         Golongan Sefalosporin, seperti : cefuroxime acetyl, cefotiam diHCl, cefotaxime Na, cefoperazone Na, ceftriaxone Na, cefazolin Na, cefaclor dan turunan garam monohydrate-nya, cephadrine, dan ceftizoxime Na.
·         Golongan Chloramfenicol, seperti : chloramfenicol, dan thiamfenicol.
·         Golongan Makrolid, seperti : clarithomycin, roxirhromycin, erythromycin, spiramycin, dan azithromycin.
·         Golongan Penicillin, seperti : amoxicillin, turunan tridydrate dan turunan garam Na-nya.
·         Golongan Kuinolon, seperti : ciprofloxacin dan turunan garam HCl-nya, ofloxacin, sparfloxacin dan norfloxacin.
·         Golongan Tetracyclin, seperti : doxycycline, tetracyclin dan turunan HCl-nya (tidak boleh untuk wanita hamil), dan oxytetracylin (tidak boleh untuk wanita hamil).

Ø  Obat Aman Bagi Kehamilan.
Berikut beberapa contoh antibiotik yang dinyatakan aman digunakan selama kehamilan:
·         Amoxicillin
·         Ampicillin
·         Clindamycin
·         Erythromycin
·         Penicillin




Ø  Daftar Indeks keamanan Obat Antibiotik untuk Ibu Hamil/Kehamilan & Menyusui :
 Lactation Risk Categories
 Pregnancy Risk Categories
§  L1 (safest)
§  L2 (safer)
§  L3 (moderately safe)
§  L4 (possibly hazardous)
§  L5 (contraindicated)
§  A (controlled studies show no risk)
§  B (no evidence of risk in humans)
§  C (risk cannot be ruled out)
§  D (positive evidence of risk)
§  X (contraindicated in pregnancy)

Antibiotika

Generik
Dagang

 PRC
LRC
Amoxicillin
Larotid, Amoxil
Approved
B
L1
Aztreonam
Azactam
Approved
B
L2
Cefadroxil
Ultracef, Duricef
Approved
B
L1
Cefazolin
Ancef, Kefzol
Approved
B
L1
Cefotaxime
Claforan
Approved
B
L2
Cefoxitin
Mefoxin
Approved
B
L1
Cefprozil
Cefzil
Approved
C
L1
Ceftazidime
Ceftazidime, Fortaz, Taxidime
Approved
B
L1
Ceftriaxone
Rocephin
Approved
B
L2
Ciprofloxacin
Cipro
Approved
C
L3
Clindamycin
Cleocin
Approved
B
L3
Erythromycin
E-Mycin, Ery-tab, ERYC, Ilosone
Approved
B
L1
L3 early postnatal
Fleroxacin
-
Approved
-
NR
Gentamicin
Garamycin
Approved
C
L2
Kanamycin
Kebecil, Kantrex
Approved
D
L2
Moxalactam
Moxam
Approved
-
NR
Nitrofurantoin
Macrobid
Approved
B
L2
Ofloxacin
Floxin
Approved
C
L2
Penicillin
-
Approved
B
L1
Streptomycin
Streptomycin
Approved
D
L3
Sulbactam
-
Approved
-
NR
Sulfisoxazole
Gantrisin, Azo-Gantrisin
Approved
C
L2
Tetracycline
Achromycin, Sumycin, Terramycin
Approved
D
L2
Ticarcillin
Ticarcillin, Ticar, Timentin
Approved
B
L1
Trimethoprim/sulfamethoxazole
Proloprim, Trimpex
Approved
C
L3





BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
1.      Obat yang aman untuk ibu hamil yaitu obat yang tidak menembus plasenta.
2.      Berikut adalah faktor obat menembus plasenta :
a.       Kelarutan dalam lemak.
b.      Derajat ionisasi.
c.       Ukuran molekul .
d.      Ikatan protein.
3.      Berikut beberapa contoh antibiotik yang dinyatakan aman digunakan selama kehamilan:
·         Amoxicillin
·         Ampicillin
·         Clindamycin
·         Erythromycin
·         Penicillin
4.      Berikut adalah antibiotik yang mempengaruhi janin
·         Golongan Aminoglikosida (biasanya dalam turunan garam sulfate-nya), seperti amikacin sulfate, tobramycin sulfate, dibekacin sulfate, gentamycin sulfate, kanamycin sulfate, dan netilmicin sulfate.
·         Golongan Sefalosporin, seperti : cefuroxime acetyl, cefotiam diHCl, cefotaxime Na, cefoperazone Na, ceftriaxone Na, cefazolin Na, cefaclor dan turunan garam monohydrate-nya, cephadrine, dan ceftizoxime Na.
·         Golongan Chloramfenicol, seperti : chloramfenicol, dan thiamfenicol.
·         Golongan Makrolid, seperti : clarithomycin, roxirhromycin, erythromycin, spiramycin, dan azithromycin.
·         Golongan Penicillin, seperti : amoxicillin, turunan tridydrate dan turunan garam Na-nya.
·         Golongan Kuinolon, seperti : ciprofloxacin dan turunan garam HCl-nya, ofloxacin, sparfloxacin dan norfloxacin.
·         Golongan Tetracyclin, seperti : doxycycline, tetracyclin dan turunan HCl-nya (tidak boleh untuk wanita hamil), dan oxytetracylin (tidak boleh untuk wanita hamil).


B.  SARAN
Dalam mengoptimalkan pelayanan kesehatan, sebagai farmasis juga harus mengetahui indeks keamanan ibu hamil dan menyusui. Karena disaat kita dilapangan ( apotek ) pasti juga akan menemui pasien swamedikasi ibu hamil atau ibu menyusui.








DAFTAR PUSTAKA
·         Katzung BG. 1987. Basic and Clinical Pharmacology,3rd edition. Lange Medical Book : California.
·         Speight TM. 1987. Avery’s Drug Treatment: Principles and Practice of Clinical Pharmacology and Therapeutics, 3rd edition.ADIS press : Auckland.
·         Suryawati S et al. 1990. Pemakaian Obat pada Kehamilan.Laboratorium Farmakologi Klinik FK-UGM :Yogyakarta
·         Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta
·         Anonimus. 2011. MIMS Indonesia petunjuk konsultasi edisi 11. Medita Indonesia : Jakarta

·         http://kellymom.com/bf/can-i-breastfeed/meds/aap-approved-meds/#Antibiotics

1 comments:

  1. What does a king casino do? | Shootercasino.com
    What does a king casino do? · A king casino gives you the chance to win kadangpintar real money in the casino. · When 제왕카지노 you deposit $10 on the site to get a “no deposit septcasino bonus”, you

    ReplyDelete

 
Selamat datang di blognya Cweh Imitasi...Materi mengenai farmasi saya rangkum disini... Terima kasih telah berkunjung.. Semoga Bermanfaat!!!!!