DASAR – DASAR KOMUNIKASI
A. Pengertian komunikasi
Kata komunikasi atau communication berasal dari
kata Latin communis yang berarti ”sama”, communico, communicatio,
atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common).
Komunikasi merujuk pada suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan yang
dianut secara sama.
Beberapa definisi komunikasi :
Theodore M. Newcomb:
“Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi
informasi,terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada
penerima”
Carl I. Hovland:
“Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya
lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan)”
Everett M. Rogers:
“Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada
suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”
Harold Lasswell:
Who Says What In Which Channel to Whom With What Effect? Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada
Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?
Konsep
dasar komunikasi
Menurut John R. Wenburg
dan William W. Wilmot juga Kenneth K. Sereno dan Edward M.
Bodaken setidaknya ada tiga kerangka pemahaman komunikasi, yaitu:
1. Komunikasi sebagai tindakan satu arah
Komunikasi dipahami
sebagai proses penyampaian pesan searah dari seseorang/ lembaga kepada
seseorang/kelompok lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pemahaman komunikasi sebagai suatu proses satu arah ini oleh Michael Burgoon
disebut sebagai “definisi berorientasi sumber” (source-oriented definition).
2. Komunikasi sebagai interaksi
Komunikasi dipahami sebagai proses aksi-reaksi,
sebab-akibat, yang arahnya bergantian. Komunikasi interaksi dipandang lebih
dinamis daripada komunikasi satu arah. Unsur penting dalam komunikasi interaksi
adalah feedback (umpan balik).
3. Komunikasi sebagai transaksi
Komunikasi
dipahami sebagai kegiatan menafsirkan perilaku orang lain. Ada proses encoding
dan decoding pesan verbal maupun nonverbal. Semakin banyak peserta
komunikasi maka transaksi yang terjadi akan semakin rumit. Kelebihan konsep ini
adalah komunikasi dipahami sebagai konsep yang tidak membatasi pada komunikasi
yang disengaja saja. Pemahaman ini mirip dengan “definisi berorientasi
penerima” (receiver-oriented definition), yaitu menekankan pada
variabel-variabel yang berbeda yaitu penerima dan makna pesan bagi penerima.
Penerimaan pesan disini bersifat dua arah.
Elemen-Elemen Komunikasi :
1. Source (sumber)
Source atau
sumber adalah seseorang yang membuat keputusan untuk berkomunikasi. Sering
disebut juga pengirim (sender), penyandi (encoder), komunikator,
pembicara (speaker).
2. The message (pesan)
Pesan adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada
penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal maupun nonverbal yang
berisi ide, sikap dan nilai komunikator. Pesan mempunyai tiga komponen yaitu
1) makna,
2) simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan
3) bentuk atau organisasi pesan.
3. The channel (saluran)
Saluran adalah alat atau wahana yang digunakan sumber
untuk menyampaikan pesannya kepada penerima
4. The receiver (penerima)
The receiver atau penerima adalah orang yang menerima pesan. Penerima sering juga disebut sasaran/tujuan (destination),
komunikate (communicatee), penyandi-balik (decoder) atau
khalayak (audience), pendengar (listener), atau penafsir (interpreter).
5. Barriers (hambatan)
Hambatan adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kesalahan pemaknaan
pesan yang komunikator sampaikan kepada penerima. Hambatan ini bisa berasal
dari pesan, saluran, dan pendengar. Beberapa buku menggunakan istilah noise untuk
menyebut elemen pengganggu, yang diartikan sebagai gangguan (disturbance/
interference) dalam proses komunikasi. External noise meliputi latar
belakang pembicaraan, lingkungan, dan teknis saluran. Sedangkan internal
noise meliputi aspek psikologi peserta komunikasi maupun aspek semantik.
Misalnya sebuah kata yang mengandung arti ambiguitas.
Hambatan komunikasi :
• Perbedaan Persepsi
• Permasalahan Bahasa
• Kurang mendengarkan
• Perbedaan Emosional
• Perbedaan latar belakang
6. Feedback
Feedback adalah
reaksi dan respons pendengar atas komunikasi yang komunikator lakukan. Feedback
bisa dalam bentuk komentar langsung atau tertulis, surat, atau public
opinin polling. Feedback juga berperan sebagai pengatur (regulator).
Feedback mengontrol atau mengatur aksi komunikasi kita. Feedback
negatif misalnya berupa kritikan, atau penolakan. Contohnya, ”Bisakah Anda
diam?”. Feedback positif misalnya berupa pujian.
7.The situation (situasi)
Situasi adalah salah satu elemen paling penting dalam
proses komunikasi pidato (speech communication). Situasi atau keadaan
selama komunikasi berlangsung berpengaruh terhadap mood pembicara maupun
pendengar, saluran/ media yang dipakai, dan feedback audience.
Di antara model awal yang telah dibentuk untuk
menerangkan maksud komunikasi. Laswell menggambarkan komunikasi
sebagai suatu proses input / linear yaitu Siapa, Berkata apa, Dalam
saluran apa, Kepada siapa, Dengan kesan apa. Di dalam model ini
unsur-unsur komunikasi yang ditekankan adalah sumber, pesan, saluran, penerima,
kesan dan bagaimana proses maklumat disampaikan antara satu sama lain. Selain
itu Model Matematik atau Model Shannon dan Weaver pula melihat
komunikasi sebagai proses pemancaran pesan. Model ini juga menjadi asas
Teori Komunikasi. Shannon dalam terjemahan Othman Sharif dan
Siti Zaleha Hashim menggambarkan tindakan komunikasi ini mendatangkan umpan
balik.
Model Komunikasi Shannon dan Weaver
Dalam proses komunikasi terdapat empat elemen yang utama
dalam proses komunikasi yaitu sumber, pesan, saluran dan penerima. Model
Berlo, kesemua elemen ini penting dalam menyampaikan pesan dalam memastikan
efektivitas komunikasi.
Jenis komunikasi
1. Komunikasi intrapribadi
Komunikasi
intrapribadi (intrapersonal communication) adalah komunikasi dengan diri
sendiri, baik kita sadari atau tidak. Misalnya berpikir.
2. Komunikasi antarpribadi
Komunikasi
antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara
orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan respon verbal maupun nonverbal
berlangsung secara langsung. Bentuk khusus komunikasi antarpribadi ini adalah
komunikasi diadik (dyadic communication) yang hanya melibatkan dua
individu, misalnya suami-istri, dua sejawat, guru-murid. Ciri-ciri komunikasi
diadik adalah pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat;
pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara langsung dan
simultan.
3. Komunikasi kelompok (kecil)
Komunikasi kelompok
merujuk pada komunikasi yang dilakukan sekelompok kecil orang (small-group
communication). Kelompok sendiri merupakan sekumpulan orang yang mempunyai
tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama,
saling mengenal satu sama lain, dan memandang mereka sebagai bagian dari
kelompok tersebut. Komunikasi antarpribadi berlaku dalam komunikasi kelompok.
4. Komunikasi publik
Komunikasi publik
adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah orang (khalayak),
yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi publik meliputi ceramah,
pidato, kuliah, tabligh akbar, dan lain-lain. Ciri-ciri komunikasi publik
adalah: berlangsung lebih formal; menuntut persiapan pesan yang cermat,
menuntut kemampuan menghadapi sejumlah besar orang; komunikasi cenderung pasif;
terjadi di tempat umum yang dihadiri sejumlah orang; merupakan peristiwa yang
direncanakan; dan ada orang-orang yang ditunjuk secara khusus melakukan
fungsi-fungsi tertentu.
5. Komunikasi organisasi
Komunikasi
organisasi (organizational communication) terjadi dalam suatu
organisasi, bersifat formal dan informal, dan berlangsung dalam jaringan yang
lebih besar dari komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi juga melibatkan
komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, dan komunikasi publik tergantung
kebutuhan.
6. Komunikasi massa
Komunikasi massa (mass
communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa cetak maupun
elektronik yang dikelola sebuah lembaga atau orang yang dilembagakan yang
ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar, anonim, dan heterogen.
Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara serentak, cepat dan selintas.
B. Komunikasi
Interpersonal
Dalam Perkantoran
Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan
kerja suatu organisasi. Hal ini dapat dipahami sebab komunikasi yang tidak baik
mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan organisasi, misalnya konflik
antar pegawai, dan sebaliknya komunikasi yang baik dapat meningkatkan saling
pengertian, kerja sama dan kepuasan kerja. Oleh karena itu hubungan
komunikasi yang terbuka harus diciptakan dalam organisasi. Pada dasarnya komunikasi di dalam organisasi, terbagi
kepada tiga bentuk:
1. Komunikasi vertikal
Bentuk komunikasi ini merupakan bentuk komunikasi yang
terjadi dari atas ke bawah dan sebaliknya. Artinya komunikasi yang disampaikan
pimpinan kepada bawahan, dan dari bawahan kepada pimpinan secara timbal balik.
Fungsi komunikasi ke bawah digunakan pimpinan untuk:
a. Melaksanakan kebijaksanaan, prosedur kerja, peraturan,
instruksi, mengenai pelaksanaan kerja bawahan.
b. Menyampaikan pengarahan doktrinasi, evaluasi, teguran.
c. Memberikan informasi mengenai tujuan organisasi,
kebijaksanaan-kebijaksaan organisasi, insentif.
d. Seorang pimpinan harus lebih memperhatikan komunikasi
dengan bawahannya, dan memahami cara-cara mengambil kebijaksanaan, terhadap
bawahannya.
e. Keberhasilan organisasi dilandasi oleh perencanaan yang
tepat, dan seorang pimpinan organisasi yang memiliki jiwa kepemimpinan. Kedua
hal terseut merupakan modal utama untuk kemajuan organisasi yang dipimpinnya.
Fungsi komunikasi ke atas digunakan untuk:
a. Memberikan pengertian mengenai laporan prestasi kerja,
saran, usulan, opini, permohonan bantuan, dan keluhan.
b. Memperoleh informasi dari bawahan mengenai kegiatan dan
pelaksanaan pekerjaan bawahan dari tingkat yang lebih rendah.
Bawahan tentulah berharap agar ide, saran, pendapat, tanggapan maupun
kritikannya dapat diterima dengan lapang dada, dan hati terbuka oleh pimpinan.
2. Komunikasi horizontal
Bentuk komunikasi secara mendatar, diantara sesama
pegawai dsbnya. Komunikasi horizontal sering kali berlangsung tidak formal.
Fungsi komunikasi horizontal/ke samping digunakan oleh
dua pihak yang mempunyai level yang sama. Komunikasi ini berlangsung dengan
cara tatap muka, melalui media elektronik seperti telepon, atau melalui pesan
tertulis.
3. Komunikasi diagonal
Bentuk komunikasi ini sering disebut juga komunikasi
silang. Berlangsung dari seseorang kepada orang lain dalam posisi yang berbeda.
Dalam arti pihak yang satu tidak berada pada jalur struktur yang lain.
Fungsi komunikasi diagonal digunakan oleh dua pihak yang
mempunyai level berbeda tetapi tidak mempunyai wewenang langsung kepada pihak
lain. Melalui jalur hierarkhi/tingkatan seorang pimpinan harus lebih
memperhatikan komunikasi dengan bawahannya secara baik, sehingga dapat
membangkitkan minat dan gairah kerja disertai komunikasi yang baik untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam penerapannya komunikasi dapat dilakukan secara
formal dan informal. Umumnya komunikasi formal ada dalam setiap organisasi dan
dapat terjadi antar personal dalam organisasi melalui jalur hirarkhi dengan
prinsip pembagian tugas untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Komunikasi
formal merupakan suatu sistem dimana para anggotanya bekerjasama secara tepat
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Komunikasi formal pada dasarnya
berhubungan dengan masalah kedinasan.
Komunikasi informal adalah kebalikan dari komunikasi
formal biasanya terjadi dengan spontan sebagai akibat dari adanya persamaan
perasaan, kebutuhan, persamaan tugas dan tanggung jawab. Komunikasi informal
pada pelaksanaannya tidak terikat oleh waktu, ruang dan tempat, kadang-kadang
komunikasi informal lebih berhasil, dan peranannya tidak kalah penting, karena
dapat disampaikan setiap saat, asalkan bermanfaat untuk kemajuan organisasi.
Namun penyampaiannya kurang sistematis, karena pertumbuhan dan penyebarannya
tidak teratur. Kadang-kadang seorang pimpinan selalu beranggapan bahwa
keberadaan organisasi informal merupakan suatu hal yang janggal, yang merupakan
akibat gagalnya komunikasi formal yang memunculkan ketidakstabilan organisasi
formal.
Bentuk komunikasi informal dapat berupa pertemuan yang
tidak direncanakan, seperti: bertemu dan ngobrol di kantin pada jam makan
siang, di resepsi, atau pertemuan lainnya. Komunikasi informal ini mempunyai
hal-hal yang positif, seperti:
·
Bila
jalan yang ditempuh melalui komunikasi formal melewati hambatan, dengan
terpaksa digunakan komunikasi informal.
·
Dalam
suasana konflik dan penuh ketegangan.
·
Sebagai
sarana komunikasi.
Dari kedua bentuk komunikasi tersebut di atas, setiap
pimpinan harus dapat menempatkan diri agar tidak timbul perasaan suka atau
tidak tidak suka. Pimpinan harus mencari dan melaksanakan nilai-nilai positif
dari hubungan-hubungan tersebut. Ukuran sukses tidaknya seorang pimpinan
terletak pada bagaimana pimpinan memadukan nilai positif yang dihasilkan dari
komunikasi formal dan informal.
Agar komunikasi interpersonal yang dilakukan menghasilkan
hubungan interpersonal yang efektif dan kerja sama bisa ditingkatkan, kita
perlu bersikap terbuka dan menggantikan sikap dogmatis. Kita perlu juga
memiliki sikap percaya, sikap mendukung, dan terbuka yang mendorong timbulnya
sikap saling memahami, menghargai dan saling mengembangkan kualitas. Hubungan
interpersonal perlu ditumbuhkan dan ditingkatkan dengan memperbaiki hubungan
dan kerjasama antara berbagai pihak, tidak terkecuali dalam lembaga pendidikan.
C. Komunikasi Efektif Dalam Perkantoran
Di dalam kehidupan perkantoran, komunikasi efektif ini
menjadi sebuah kebutuhan. Banyak aturan yang harus dilengkapi penjelasan,
dimaksudkan agar kesalahpahaman interpretasi dapat dihindarkan. Apabila salah
seorang pegawai kantor merasa belum jelas dengan informasi yang diterimanya,
maka lebih baik meminta penjelasan. Hal ini disebabkan, komunikasi yang tidak
efektif di kantor bisa jadi mengakibatkan dampak negatif dan kerugian yang
serius. Komunikasi efektif di perkantoran akan sangat membantu peningkatan kinerja
dan ketepatan dalam penyelesaian suatu urusan.
Ada beberapa indikator komunikasi efektif, ialah:
·
Pemahaman,
ialah kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan oleh
komunikator.
·
Kesenangan,
yakni apabila proses komunikasi itu selain berhasil menyampaikan informasi,
juga dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan kedua belah pihak.
Sebenarnya tujuan berkomunikasi tidaklah sekedar transaksi pesan, akan tetapi
dimaksudkan pula untuk saling interaksi secara menyenangkan untuk memupuk
hubungan insani.
·
Pengaruh
pada sikap, apabila seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya
berubah sesuai dengan makna pesan itu. Tindakan mempengaruhi orang lain
merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari di perkantoran. Dalam berbagai
situasi kita berusaha mempengaruhi sikap orang lain dan be-rusaha agar orang
lain bersikap positif sesuai keinginan kita.
·
Hubungan
yang makin baik, bahwa dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak
sengaja meningkatkan kadar hubungan interpersonal. Di perkantoran, seringkali
terjadi komunikasi dilakukan bukan untuk menyampaikan informasi atau
mempe-ngaruhi sikap semata, tetapi kadang-kadang terdapat maksud implisit di
sebaliknya, yakni untuk membina hubungan baik.
·
Tindakan,
kedua belak pihak yang berkomunikasi melakukan tindakan sesuai dengan pesan
yang dikomunikasikan.
Faktor Pendukung Komunikasi
Efektif :
Secara umum ada beberapa karakteristik yang diduga dapat
mendukung tercapainya komunikasi yang efektif.
1. Komunikator
Dalam proses komunikasi, komunikator memegang peran yang
sangat penting untuk tercapainya komunikasi efektif. Komunikator se-bagai
personal mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap ko-munikan, bukan saja
dilihat dari kemampuan dia menyampaikan pesan, namun juga menyangkut berbagai
aspek karakteristik komunikator.
Beberapa karakteristik komunikator yang efektif, dapat di sebutkan sebagai
berikut:
·
Kredibilitas
Ialah
kewibawaan seorang komunikator di hadapan komunikan.
·
Daya
tarik
Hal ini berkenaan dengan keadaan yang menunjukkan
penerima melihat komunikator sebagai seorang yang disenangi dalam bentuk
peranan yang memuaskan.
Alexis Tan
mengemukakan bahwa dimensi daya tarik diukur dengan similarity (kesamaan),
familiarity (keakraban) dan proximity (kesukaan).
Satu lagi daya tarik komunikator, yaitu daya tarik fisik
(physical attarctiviness). Artinya, bahwa daya tarik fisik seorang
komunikator, memudahkan tercapainya simpati dan perhatian dari komunikan.
·
Kekuasaan
Artinya seorang komunikator yang memiliki kekuasaan
relatif lebih mudah mempengaruhi bawahannya. Ada rasa sungkan di kalangan
bawahan terhadap komunikator yang memiliki wewenang atau kekuasaan.
·
Kemampuan
intelektual
Ialah tingkat kecakapan, kecerdasan, dan keahlian seorang
komunikator.
·
Integritas
atau keterpaduan sikap dan perilaku dalam aktivitas perkantoran sehari-hari.
Komunikator yang memiliki keterpaduan, kesesuaian antara ucapan dan tindakannya
akan lebih disegani oleh komunikan.
·
Kepercayaan,
kalau komunikator dipercaya oleh komunikan maka akan lebih mudah menyampaikan
pesan dan mempengaruhi sikap orang lain.
·
Kepekaan
sosial, yaitu suatu kemampuan komunikator untuk memahami situasi di lingkungan
perkantoran.
·
Kematangan
tingkat emosional
Ialah kemampuan komunikator untuk mengendalikan emosinya,
sehingga tetap dapat melaksanakan komunikasi dalam suasana yang menyenangkan di
kedua belah pihak.
·
Berorientasi
kepada kondisi psikologis komunikan, artinya seorang komunikator perlu memahami
kondisi psikologis orang yang diajak bicara.
·
Memiliki
lingkup pandangan (frame of reference) dan lingkup pengalaman (field
of experience) tentang diri komunikan. Misalnya bagaimana watak atau
kebiasaan, bagaimana tingkat pendidikannya, apa makanan kesukaannya, kapan
ulang tahunnya, dan sebagainya. Pengetahuan dan pengalaman tentang hal-hal
tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk berkomunikasi secara bijak.
2. Pesan
Agar supaya komunikasi efektif,
maka cara penyampaian pesan atau informasi perlu dirancang secara cermat sesuai
dengan karakteristik komunikan maupun keadaan di lingkungan sosial yang
bersangkutan. Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwa keberhasilan komunikasi
sebagian ditentukan oleh kekuatan pesan. Dengan pesan, seseorang
dapat mengendalikan sikap dan perilaku komunikan. Agar proses komunikasi
terlaksana secara efektif, maka perlu dipertimbangkan berbagai teknik
sebagaimana diuraikan berikut ini.
Pesan satu sisi (one sided) ataukah
dua sisi (two sided). Hal ini berkaitan dengan cara mengorganisasikan
pesan. Organisasi pesan satu sisi, ialah suatu cara berkomunikasi dimana
komunikator hanya menyampaikan pesan-pesan yang mendukung tujuan komunikasi
saja. Sedangkan pesan dua sisi, berarti selain pesan yang bersifat mendukung,
disampaikan pula counter argument, sehingga komunikan diharapkan
menganalisis sendiri atas pesan tersebut. Apakah dalam menyampaikan pesan itu
diorganisasikan secara satu sisi atau dua sisi, tentulah harus disesuaikan
dengan karakteristik
Sedangkan pesan dua sisi, secara teoritis lebih efektif
dikarenakan pada karakteristik pola komunikasi sebagai berikut:
1. Pada awalnya komunikan tidak sepakat dengan komunikator.
2. Komunikan menyadari argument yang berlawanan sebelum penyajian pesan, atau sewaktu pesan akan
disampaikan.
3. Komunikan memiliki latar pendidikan yang baik (tinggi)
4. Komunikator menginginkan kejujuran, keterbukaan, serta
objektif dalam pesannya dan tidak terlalu menghiraukan hasil komunikasi
Dalam menyampaikan pesan, seorang komunikator tidak perlu
terlalu ambisi untuk mencapai hasil segera. Untuk dapat mempengaruhi komunikan
secara efektif, penyampaian pesan perlu memperhatikan langkah-langkah:
Attention (perhatian)
Artinya bahwa pesannya harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga
dapat menumbuhkan perhatian dari komunikan.
Need (kebutuhan)
Artinya bahwa komunikator kemudian berusaha meyakinkan komunikan bahwa pesan
yang disampaikan itu penting bagi komunikan.
3. Satisfaction (pemuasan), dalam hal ini komunikator
memberikan bukti bahwa yang
disampaikan adalah benar.
4. Visualization (visualisasi) komunikator
memberikan bukti-bukti lebih konkret sehingga komunikan bisa turut menyaksikan.
5. Action (tindakan), komunikator mendorong
agar komunikan bertindak positif yaitu melak-sanakan pesan dari komunikator
tersebut.
Cara penyampaian pesan memang berpengaruh terhadap keefektifan proses
komunikasi. Cara penyampaian yang baik, akan memudahkan komunikan dalam
menerima dan memahaminya.
D. Hambatan Komunikasi Efektif Dalam Perkantoran
Roger Neugebauer dalam artikelnya ”Communication: A two-way Street”
mengungkapkan beberapa kendala yang sering dialami oleh sebuah organisasi dalam
berkomunikasi dua arah, yaitu:
·
Protectiveness (Perlindungan).
Pimpinan seringkali tidak memberitahukan informasi
tertentu pada pegawainya atau timnya karena takut akan menyakiti hati pegawai.
Alasan lain adalah bahwa pimpinan menganggap bahwa informasi tersebut harus
dilindungi, dan bukan untuk konsumsi pegawai karena pegawai tidak akan mungkin
mengerti apa yang akan disampaikan. Demikian pula dengan pegawai, mereka sering
tidak menyampaikan informasi tertentu kepada pimpinan untuk melindungi dirinya
dari tindakan pemecatan atau peringatan. Mereka takut jika informasi
disampaikan maka pimpinan akan marah, lalu mendiskreditkan mereka, memberikan
penilaian yang negatif terhadap mereka (sehingga berdampak pada kenaikan gaji
yang kecil), atau bahkan yang paling ekstrem adalah memecat mereka
·
Defensiveness (Pertahanan).
Selain menahan informasi, seseorang juga bisa saja tidak
mau menerima informasi (menolak untuk mendengar informasi yang disampaikan).
Hal ini terjadi jika mereka sudah membentuk emosi negatif terhadap orang yang
memberi informasi, mungkin karena orang tersebut telah merendahkan dengan
kata-kata yang menyakitkan.
·
Tendency to evaluate
(Kecenderungan untuk menghakimi).
Jika
mendapat informasi dari seseorang mengenai keburukan orang lain, komunikator
cenderung mengambil sikap yang mengevaluasi tanpa mengumpulkan data yang
lengkap sebelum berkomunikasi dengan orang yang dibicarakan tersebut.
·
Narrow perspectives (Perspektif
yang sempit).
Karena
jarang meninjau pekerjaan orang lain, atau keluar dari lingkungan pekerjaan
sendiri, seseorang seringkali dibatasi pada cara pandangnya sendiri. Ia tidak
mencoba melihat dari sudut pandang orang lain. Para pegawai, seringkali hanya melihat
suatu masalah dari sudut pandangnya sendiri (kepentingan individunya semata,
tanpa mencoba memahami sebuah situasi dari sudut pandang yang berbeda).
Sempitnya perspektif inilah yang sering menyebabkan konflik (tiap orang hanya
melihat dari sudut pandang sendiri, dan tidak mencoba memahami orang lain).
·
Mismatched expectations.
Peter
Drucker mengatakan bahwa pikiran manusia seringkali hanya
membatasi informasi yang cocok dengan ekspektasinya. Jika ternyata informasi
yang disampaikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka orang tersebut
cenderung tidak termotivasi untuk mendengarkan informasi yang disampaikan.
Misalnya: jika dalam rapat-rapat ternyata seringkali tanggapannya tidak
diperhatikan, maka pegawai cenderung enggan menyatakan pendapat, karena ia
beranggapan percuma saja menyampaikan pendapat, karena biasanya juga tidak ada
follow-up-nya.
·
Insufficient time.
Alasan
lain adalah keterbatasan waktu untuk menyampaikan informasi secara menyeluruh.
Karena kegiatan rutin yang harus diselesaikan dengan segera, seringkali waktu
berkomunikasi dilupakan, atau komunikasi dilakukan dengan tergesa. Akibatnya,
informasi yang disampaikan kepada orang lain pun tidak lengkap sehingga ada
kemungkinan informasi tersebut salah dipahami.
E. Pengertian Kinerja
Menurut Prawirosentono, kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tangungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan sacara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.
Menurut Prawirosentono, kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tangungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan sacara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.
Kinerja pegawai lebih mengarah pada tingkatan
prestasi kerja pegawai. Kinerja pegawai merefleksikan bagaimana pegawai
memenuhi keperluan pekerjaan dengan baik. Mathis dan Jackson mendefinisikan
bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan
pegawai.
Kinerja pegawai mempengaruhi seberapa banyak
mereka memberikan kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk:
1. Kuantitas
keluaran
2. Kualitas keluaran
3. Jangka waktu keluaran
4. Kehadiran di tempat kerja
5. Sikap kooperatif
Sumber daya manusia
sebagai aktor yang berperan aktif dalam menggerakkan perusahaan /organisasi
dalam mencapai tujuannya. Tercapainya tujuan perusahaan hanya dimungkinkan
karena upaya para pelaku yang terdapat dalam perusahaan, untuk berkinerja
dengan baik. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja
lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate
performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila
kinerja pegawai (individual performance) baik maka kemungkinan besar
kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik. Kinerja seorang
pegawai akan baik bila ia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi,
bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian dan
mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik
Pekerjaan hampir
selalu memiliki lebih dari satu kriteria pekerjaan atau dimensi. Menurut Mathis
dan Jackson, kriteria pekerjan adalah faktor yang terpenting dari apa yang
dilakukan orang di pekerjaannya. Dalam artian, kriteria pekerjaan menjelaskan
apa yang dilakukan orang di pekerjaannya. Oleh karena itu kriteria-kriteria ini
penting, kinerja individual dalam pekerjaan haruslah diukur, dibandingkan dengan
standar yang ada, dan hasilnya dikomunikasikan pada setiap pegawai.
Kinerja perkantoran
ialah gambaran mengenai bagaimana seseorang (baik pimpinan maupun anggota)
melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan suatu pekerjaan, jabatan, atau
peranan dalam perkantoran. Dengan demikian ukuran kinerja antara satu orang
dengan yang lainnya bisa jadi saling berbeda, oleh karena tugas dan kewenangan
jabatannya juga tidak sama.
Namun secara mudah dapat dikatakan bahwa indikator
kinerja yang positif adalah sikap, perilaku dan aktivitas yang secara nyata
mendukung pelaksanaan program kerja dan pencapaian tujuan perkantoran.
Pada hakikatnya
standar kinerja seseorang dalam perkantoran dapat dilihat dari tiga indikator:
·
Tugas
fungsional, seberapa baik seseorang
menyelesaikan aspek-aspek pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya
·
Tugas
perilaku, seberapa baik seseorang
melakukan komunikasi dan interaksi antarpersona dengan orang lain dalam
perkantoran: ba-gaimana dia mampu menyelesaikan konflik secara sehat dan adil,
bagai-mana ia memberdayakan orang lain, dan bagaimana ia mampu bekerja sama
dalam sebuah tim untuk men-capai tujuan perkantoran.
·
Tugas
etika, ialah seberapa baik
seseorang mampu bekerja se-cara profesional sambil menjunjung tinggi norma
etika, kode etik profesi, serta peraturan dan tata tertib yang dianut oleh
suatu perkantoran.
Indikator lain yang sangat penting untuk melihat kinerja
suatu organisasi yaitu keberhasilan pencapaian target kerja yang telah
diprogramkan sebelumnya, apakah semuanya berjalan sesuai dengan prosedur yang
telah dirancang dan apakah telah memenuhi harapan dan target yang ingin
dicapai.
F. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja (performance
appraisal, PA) adalah proses evaluasi seberapa baik pegawai mengerjakan,
ketika dibandingkan dengan satu set standar dan kemudian mengkomunikasikannya
dengan para pegawai. Penilaian kinerja disebut juga sebagai penilaian pegawai,
evaluasi pegawai, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja dan penilaian hasil
pedoman. Rahmanto mengemukakan bahwa system penilaian kinerja mempunyai dua
elemen pokok, yakni :
1. Spesifikasi pekerjaan yaang harus dikerjakan oleh bawahan
dan criteria yang memberikan penjelasan bagaimana kinerja yang baik (good
performance) dapat dicapai, sebagai contoh : anggaran operasi, target
produksi tertentu dan sebagainya.
2. Adanya mekanisme untuk pengumpulan informasi dan
pelaporan mengenai cukup tidaknya perilaku yang terjadi dalam kenyataan
dibandingkan dengan kriteria yang berlaku sebagai contoh laporan bulanan
manager dibandingkan dengan anggaran dan realisasi kinerja (budgeted and
actual performance) atau tingkat produksi dibandingkan dengan angka
penunjuk atau meteran suatu mesin.
Penilaian kinerja
dapat terjadi dalam dua cara, secara informal dan secara sistimatis. Penilaian
informal dapat dilaksanakan setiap waktu dimana pihak atasan merasa perlu.
Hubungan sehari-hari antara manajer dan pegawai memberikan kesempatan bagi
kinerja pegawai untuk dinilai. Penilaian sistimatis digunakan ketika kontak
antara manajer dan pegawai bersifat formal,dan sistemnya digunakan secara benar
dengan melaporkan kesan dan observasi manajerial terhadap kinerja pegawai.
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja merupakan bagian integral dari proses
penilaian yang meliputi : penerapan sasaran kinerja yang spesifik, terukur,
memiliki tingkat perubahan, terbatas waktu, adanya pengarahan dan dukungan
atasan. Pegawai bersama atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran dan
standar kinerja yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Peningkatan
kinerja pegawai perseorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja sumber daya
manusia secara keseluruhan.
G. Hubungan
Antara Proses Komunikasi dan Kinerja Perkantoran
Banyak ahli
komunikasi yang memiliki kesamaan pandangan mengenai hubungan antara
proses komunikasi dan kinerja perkantoran. Mereka bersepakat bahwa komunikasi
efektif dan tingkat kinerja perkantoran berhubungan secara signifikan.
Memperbaiki komunikasi perkantoran berarti memperbaiki kinerja perkantoran.
Pandangan tersebut mengisyaratkan diterimanya konsep-konsep sebagai berikut:
·
Komunikasi
merupakan salah satu unsur penting yang menandai kehidupan di dalam suatu
perkantoran. Ketika perkantoran itu berharap dapat bekerja dalam sebuah
manajemen yang efisien, maka di dalamnya mesti dilakukan langkah-langkah
komunikasi internal secara terencana.
·
Komunikasi
dapat digunakan untuk mengubah, mempertahankan, dan meningkatkan kemajuan
sebuah perkantoran.
Perkantoran yang
berfungsi baik, ditandai oleh adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis
dari berbagai komponen. Senantiasa terjadi komunikasi, kerjasama, saling
koreksi, dan terdapat sistem pembagian tugas antarkomponen tersebut.
Suatu perkantoran
dikonstruksi dan dipelihara dengan komunikasi. Artinya, ketika proses
komunikasi antar komponen tersebut dapat diselenggarakan secara harmonis, maka
perkantoran tersebut semakin kokoh dan kinerja perkantoran akan meningkat.